Nasional

Kata Prof Nuh Soal Tantangan Perguruan Tinggi di Lingkungan NU

Jum, 3 Desember 2021 | 17:00 WIB

Kata Prof Nuh Soal Tantangan Perguruan Tinggi di Lingkungan NU

Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Muhammad Nuh.

Jakarta, NU Online
Membahas persoalan tantangan Nahdlatul Ulama (NU) di bidang pendidikan level perguruan tinggi, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Prof Mohammad Nuh mengatakan bahwa kemandirian NU dalam berkhidmat di ranah tersebut dapat diupayakan dengan selalu mencetuskan terobosan-terobosan baru.

 

“NU ke depan bukan lagi mengerjakan sesuatu yang mungkin, tetapi juga mengambil wilayah yang tidak mungkin. Inovasi itu memungkinkan yang tidak mungkin,” ujar Prof Nuh saat mengisi webinar Road to Muktamar-24 NU bertajuk Nahdlatul Ulama dan Tantangan Pengelolaan Perguruan Tinggi, Kamis (2/11/2021) malam.

 

Hal tersebut merujuk kepada perubahan zaman yang terus terjadi. Prof Nuh mencontohkan kondisi pada tahun 1920 dan 2020. Perubahan yang terjadi dalam kurun waktu tersebut melahirkan sederet inovasi yang dilakukan manusia. Oleh karena itu, ia mengatakan sinergi antar warga NU sangat diperlukan demi terus terciptanya inovasi baru.

 

“Mahasiswa 30 tahun yang lalu berbeda dengan sekarang. Tugas kita semua di tahun 2026 (memasuki abad kedua NU) harus memiliki ekosistem yang di dalamnya ada komponen besar, yaitu sistem dakwah, pendidikan, layanan kesehatan, dan pusat perekonomian. Tapi syaratnya bukan ‘I can’, tapi ‘We can’,’ papar Prof Nuh.

 

Sementara itu, Prof Nuh juga mengatakan pentingnya untuk membangun self-confidence (kepercayaan diri). Menurut Prof Nuh, kepercayaan diri dapat memupuk sikap optimisme yang akan mendorong untuk selalu progresif.

 

“Karena apa yang saya ketahui tidak ada apa-apanya dibandingkan apa yang saya tidak ketahui. Kita bangun self-confidence. Nothing big starts big. Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa), misalkan. Sekarang sudah di ranking 100-an hanya dalam kurun waktu 6 tahun,” ungkapnya.

 

Kendati demikian, Prof Nuh mengingatkan bahwa akan selalu ada hambatan, kendati suatu perubahan telah tercapai. Perasaan aman dengan keadaan, salah satunya. Oleh sebab itu, Prof Nuh mengatakan pentingnya memiliki sikap adaptif dan progresif dalam menanggapi perubahan zaman.

 

“Setiap perubahan ada penyakitnya. Kita itu maunya melihat jauh ke depan, tapi penyakitnya miopi (rabun jauh). Maunya kita adaptif, tapi kita nyaman ‘Gini saja sudah oke, kok’,” terang Prof Nuh.

 

“Kalau tidak dikelola dengan baik, kemungkinannya kita stagnan. Kalau kita stagnan, kemungkinannya kita kalah karena orang lain tumbuh. Atau kita declin,” pungkasnya.

 

Kontributor: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Aiz Lutfhi