Nasional

Kekhilafahan Turki Utsmani Tidak Seperti yang Digambarkan HTI

Sab, 31 Maret 2018 | 14:30 WIB

Tangerang Selatan, NU Online
Pandangan tentang negara khilafah yang sering didengungkan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) salah satunya adalah terinspirasi oleh kedigdayaan Khilafah Turki Utsmani. 

Dalam diskusi rutin yang diselenggarakan oleh Islam Nusantara Center (INC), Ciputat Tangerang Selatan, Sabtu (31/3) Ulil Abshar Abdalla memaparkan bahwa kedigdayaan Turki Utsmani menurut sejarah itu jauh lebih menarik dari pada  yang digambarkan oleh HTI. 

“Jika kalian mempelajari sejarah, Turki Utsmani merupakan kekhilafahan yang sangat keren, baik dari segi umur maupun pencapaiannya,” jelas cendekiawan muslim Indonesia itu pada para peserta kajian. 

Turki Utsmani merupakan pewaris langsung dari Daulah Abasiyah setelah runtuh, yakni dari abad ke-15 hingga tahun 1923 ketika dihapuskan oleh Kemal Attaturk. 

Menurut Ulil, jika disamakan dengan konteks Indonesia saat ini, basis Islam yang digunakan adalah Islam Nusantara, yang mana ciri-cirinya adalah pertama, tidak mempolitisi agama, kedua menggabungkan ilmu aqli dan ilmu naqli dan yang ketiga mengikuti tradisi tarekat dan tasawuf. 

Mengacu pada buku The Great Theft karya Prof Khaled Abu El Fadl dari salah satu chapternya ia menceritakan bahwa ada hal menarik yang terjadi pada masa Khilafah Turki Utsmani mengenai praktik haji sekitar abad 17, 18 bahkan sampai abad ke-19 sebelum tanah Haram dikuasai oleh Wahabi di mana haji bukan hanya sebatas ritual ibadah tapi juga sekaligus festival para tarekat. 

“Jadi pada saat musim haji, tarekat dari berbagai aliran dari seluruh dunia Islam terutama Timur Tengah datang ke Haramain dan mencari murid-murid di sana kemudian menyebarkan ijazah bagi siapa saja yang ingin mendapatkan ijazah serta apabila ada ritual tertentu ditampilkan di sana,” paparnya. 

Dari contoh ritual haji tersebut dapat disimpulkan bahwa Khilafah Turki Utsmani merupakan kekhilafahan yang mengakomodasi semua madzhab dan aliran tarekat dalam dunia Islam, kekhilafahan yang tidak otoriter tetapi toleran dengan keragaman yang ada. 

“Kalau sekarang, gak akan mungkin hal itu terjadi sebab sudah dikuasai oleh Wahabi,” imbuhnya. 

Selain hal tersebut lanjutnya, seorang penulis dari Turki yang meratapi runtuhnya Khilafah Turki Utsmani menuliskan buku berjudul Islam Without Extreme, di mana di dalamnya banyak bercerita hal menarik mengenai Khilafah Turki Utsmani, bagaimana Turki Utsmani sebagai kekhilafahan berusaha melakukan modernisasi diri tapi tanpa menghilangkan akar-akar tradisi yang pernah ada.
 
“Itu keren banget, sayang sekali dia dihancurkan oleh Kemal Attaturk karena dia tidak sabar, coba saja kalau dia sedikit sabar, pasti Turki Utsmani akan modern tapi tetap menggunakan tradisi lamanya,” jelasnya. (Nuri Farikhatin/Muiz)