Nasional

Kepada Dubes Arab Saudi, Kiai Said: Bahasa Indonesia Itu Mudah

NU Online  ·  Kamis, 3 Januari 2019 | 22:00 WIB

Jakarta, NU Online
Pelaksana Tugas (Plt) Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Yahya al-Qahthani berkunjung ke kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jalan Kramat Raya 164, Jakarta, Kamis (3/1). Kepada duta besar yang baru itu, Kiai Said menjelaskan pelbagai macam tentang Indonesia dari suku, wilayah, hingga bahasanya.

Untuk hal yang terakhir ini, ia mengatakan kepada Dubes tersebut bahwa bahasa Indonesia itu mudah. Hal itu berawal dari pertanyaannya kepada Atase Agama dan Kebudayaan Kedubes Arab Saudi Saad al-Namasi tentang bisa atau tidaknya berbicara bahasa Indonesia.

Kemudahan itu, kata Kiai Said, karena tidak ada bentuk tasniyah ataupun jamak sebagaimana bahasa Arab. Ia pun menjelaskan bagaimana membentuk kata yang bermakna jamak dalam bahasa Indonesia kepada Dubes tersebut.

“Anda tinggal mengulang saja. Bapak-bapak, ayuuhal sadat,” terangnya di ruangannya yang terletak di lantai 3 gedung PBNU itu.

“Ibu-ibu, sayyidaati,” lanjutnya.

“Mengulang katanya?” tanya Yahya menegaskan.

“Pengulangan kata itu membentuk jamak,” jawab Kiai Said.

Dubes yang pernah tinggal di Swiss itu kembali mempertegas pemahamannya akan bahasa Indonesia dengan mengonfirmasi kemudahan bahasa Indonesia dengan memastikan tidak ada perubahan di akhir kata pada bahasa Indonesia itu.

“Tidak ada i’rab (perubahan akhir kata dalam tatabahasa Arab), tidak juga dhammah, fathah,” katanya.

“Ya tidak ada. Juga tanwin, idgham, ikhfa,” timpal Kiai Said.

Pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan itu juga menceritakan bahwa pada tahun 1950-an, ada seorang akademisi dari Mesir bernama Ahmad Syalabi datang mengajar di Indonesia atas tugas negaranya.

Dalam waktu setengah tahun, kata Kiai Said, guru besar istimewa PTAIN Yogyakarta itu sudah bisa berbicara bahasa Indonesia. Selang setahun kehadirannya di Indonesia, ia mampu berpidato dengan bahasa Indonesia. Bahkan, ia juga mampu menulis dengan bahasa Indonesia setelah tinggal tiga tahun. Di antara buku karya Syalabi adalah Sejarah Kebudayaan Islam yang dibuat tiga jilid. (Syakir NF/Abdullah Alawi)