Nasional

Ketua Dakwah MUI Tegaskan Tak Ada Sistem Pemerintahan Baku dalam Islam

Rab, 17 Juli 2019 | 22:00 WIB

Batam, NU Online
Ketua Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat KH Muhammad Cholil Nafis menegaskan bahwa di dalam ajaran Islam tidak ada sistem pemerintah yang baku. Menurutnya, apa puj sistemnya yang penting menjunjung tinggi keadilan.

"Modelnya (pemerintahan) seperti apa diserahkan (kepada sebuah negaranya): bisa kerjaan, bisa imarat, bisa imamah, bisa model-model apa pun yang penting menjamin terhadap (tegaknya) keadilan," kata Kiai Cholil saat menjadi pembicara pada acara dialog keagamaan dan kebangsaan bertajuk Merawat Kebinekaan Memperkokoh Wawasan Islam Wasathiyah dalam Kerangka NKRI di Hotel Nagoya Plasa Batam, Kepulauan Riau, Rabu (17/7).

Menurut Kiai Cholil, Indonesia sendiri menerapkan sistem demokrasi dan menjadikan Pancasila sebagai dasar negaranya tidak lain merupakan hasil dari ijtihad para ulama yang dinilai lebih mendekati terjaminnya keadilan.

Sementara sistem khilafah, sambungnya, benar adanya. Khilafah pernah ada dalam sejarah Islam. Namun, katanya menegaskan bahwa sistem pemerintahan yang Islami bukan hanya khilafah. 

Menurutnya, jika ada pihak yang mengingkari bahwa khilafah tidak pernah ada berarti pihak tersebut mengingkari bukti sejarah. Tetapi juga jika ada yang menyatakan bahwa sistem yang Islami itu hanya khilafah, berarti pernyataan tersebut merupakan sebuah kesesatan berpikir dalam bernegara karena memungkinkan penerapan sistem lain, tapi untuk Indonesia telah sepakat berdasarkan Pancasila.

"Di Indonesia sudah sepakat negaranya berdasarkan Pancasila. Negara Kesatuan Republik Indonesia itu adalah kesepakatan kita," ucapnya.

Menurutnya, semua pihak telah menyepakati terhadap negara Indonesia ini. Walau pun berbeda penyebutannya, seperti Nahdlatul Ulama yang menyebut Indonesia dengan darussalam, Muhammadiyah dengan darul ahdi was syahadah, dan MUI dengan darus sulh wal mitsaq.

"Kalau tiba-tiba datang (kelompok mengusung) khilafah, itu namanya pembangkangan. Merusak terhadap kesepakatan, merusak terhadap perjanjian," ucap kiai yang juga akademisi Universitas Indonesia itu.

"Ibu bapak boleh saja melamar perempuan. Siapa pun boleh kalau perempuan itu tidak punya bersuami, lah kalau sudah bersuami dilamar itu berarti mau (ngajak) berantem," imbuhnya.

Ia bahkan menyebut bahwa dalam sejarah, Nabi Muhammad membentuk negara dengan nama madinah, dan bukan negara Islam.

"Sahifah madinah itu konstitusi pertama dalam Islam, dipimpin langsung oleh rasulullah tidak menyebut negara Islam. 47 pasal tidak menyebut negara Islam, tetapi ingat yang pertama adalah persatuan bagi masyarakat," ucapnya. (Husni Sahal/Abdullah Alawi)