Nasional

KH Cholil Nafis: Menjaga Lingkungan Berarti Menjaga Kehidupan

Kam, 9 November 2023 | 10:00 WIB

KH Cholil Nafis: Menjaga Lingkungan Berarti Menjaga Kehidupan

KH Cholil Nafis saat berbicara pada Konferensi tentang Perubahan Iklim bertajuk Global Faith Leaders Summit di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA). (Foto: Facebook Cholil Nafis).

Abu Dhabi, NU Online

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhammad Cholil Nafis menghadiri Konferensi tentang Perubahan Iklim bertajuk Global Faith Leaders Summit di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA), 6-7 November 2023. Dalam acara yang dihadiri oleh 30 negara tokoh lintas agama tersebut, Kiai Cholil diberi kesempatan untuk berbicara kepada pemuka agama-agama tentang pemanasan global dan perubahan iklim.


"Saya mewakili MUI menyampaikan tentang kepedulian umat Islam Indonesia untuk menjaga lingkungan dan perubahan iklim. Karena menjaga lingkungan berarti menjaga kehidupan umum. Kalau sampai tahun 250 pemanasan global tidak dapat diturunkan, maka akan banyak bencana alam, seperti banjir, longsor dan kerusakan pulau," ujar Kiai Cholil, dikutip NU Online dari status Facebook pribadinya, Selasa (7/11/2023).


Ia juga menyampaikan bahwa MUI telah memiliki lembaga khusus untuk menjaga lingkungan hidup dan mengeluarkan fatwa untuk menjaga lingkungan hidup dan pemanasan global. "Seperti fatwa tentang penambangan yang ramah lingkungan, air daur ulang, pengolahan sampah dan penggunaan dana infaq dan zakat untuk program pemulihan lingkungan hidup, air bersih dan sanitasi," imbuhnya.


Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu menegaskan bahwa agama memiliki tanggung jawab peran penting dalam isu lingkungan hidup.


"Agama punya tanggung jawab untuk mengubah perilaku manusia, karena tokoh agama jelas kitab rujukannya dan banyak umat pengikutnya maka sangat tepat menjadikan manusia sebagaI subjek bukan objek teknologi untuk menjaga stabilitas alam," ujar Alumnus Pesantren Sidogiri, Pasuruan, Jawa Timur itu


Meski demikian, sambung Kiai Cholil, perlu diketuk juga hati nurani para pelaku eksploitasi alam dengan teknologi yang merusak alam dan pelaku perang yang menyebabkan kerusakan bumi dan menimbulkan pemanasan global. "Artinya untuk mengatasi kerusakan dan perubahan iklim perlu ada kerjasama dari semua pihak, karena alam ini bagaikan rumah yang kita tempati secara bersama-sama," pungkas kiai 48 tahun itu.


Selain Kiai Cholil Nafis, Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) juga hadir dan memberi pidato dalam acara tersebut. Gus Yahya, sapaan akrabnya, menyerukan kepada para pemuka agama dunia agar masalah kemanusiaan, koeksistensi, perdamaian, dan menjaga lingkungan hidup harus menjadi salah satu prioritas utama dalam agenda-agenda strategis mereka.


"Menjaga lingkungan, melestarikan bumi sebagai rumah besar umat manusia, adalah kewajiban besar yang harus diemban dan dijalankan oleh seluruh umat beragama. Para pemuka agama harus memberikan perhatian yang besar terhadap masalah ini," tegas Gus Yahya.


Menurut Gus Yahya, bahwa dalam upaya pemeliharaan atas kesentosaan bumi dan alam ini mensyaratkan dua hal penting.


"Pertama, harmoni dalam hubungan dan pergulatan antar umat manusia. Kedua, distribusi sumberdaya-sumberdaya alam dengan mengedepankan rahmah (kasih sayang) dan 'adâlah (keadilan), mutlak diperlukan untuk menghilangkan saling curiga dan permusuhan, untuk kemudian menjadi pijakan dalam membangun harmoni kehidupan antar umat manusia," jelas Gus Yahya.


Di tengah masalah-masalah lingkungan hidup yang merundung bumi dan umat manusia pada hari ini, pilihan-pilihan strategi untuk mengatasi dan menyelesaikannya harus pula dengan mengedepankan rahmah dam 'adâlah. Jangan sampai dipilih satu strategi saja yang mungkin secara logis dapat mencegah kerusakan bumi lebih lanjut yang lebih parah, dan atau memperbaiki kerusakan yang ada tetapi pada saat yang sama merugikan satu pihak di antara masyarakat umat manusia.


Ditegaskan pula oleh Gus Yahya, bahwa strategi yang hendak dibangun dalam rangka penyelesaian masalah-masalah lingkungan itu, harus pula mempertimbangkan dampak-dampak kemanusiaannya secara komprehensif.


"Apabila harus ada satu pihak yang mungkin dirugikan akibat pilihan strategi yang diambil, maka harus disediakan pula insentif dan inisiatif yang adil bagi pihak tersebut, dan disediakan pula strategi yang workable dan delivered untuk mempersiapkan dan membantu kelompok yang dirugikan, agar dapat beradaptasi, sehingga tetap terpelihara kesentosaanya," imbuh Gus Yahya.


Global Faith Summit on Climate Action, atau Konferensi Internasional Para Pemuka Agama untuk Perubahan Iklim tersebut diadakan atas Kerjasama Majelis Hukama Muslimin UAE bekerjasama dengan PBB, sebagai bagian dari rangkaian acara COP28 UAE – United National Climate Change Conference.