Nasional

Kiai Ali Yafie Sosok yang Konsisten antara Pikiran dan Tindakan

Ahad, 26 Februari 2023 | 14:00 WIB

Kiai Ali Yafie Sosok yang Konsisten antara Pikiran dan Tindakan

Prof KH Ali Yafie, Rais'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 1991-1992 (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online 

Duka mendalam atas wafatnya Anregurutta Prof KH Ali Yafie, Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 1991-1992, pada Sabtu (25/2/2023) malam.


Rektor Institut Studi Islam Fahmina (ISIF) H Marzuki Wahid menyampaikan kesaksiannya bahwa Kiai Ali Yafie adalah sosok ulama-kiai-cendikiawan yang kongruen dan konsisten antara pikiran, hati, dan tindakan. 


"Situasi boleh berubah dan keadaan boleh bergeser, tapi prinsip moral dan dasar nilai bagi beliau haruslah tetap tegak lurus menjadi landasan perubahan tersebut," tulisnya pada akun Facebook-nya pada Ahad (26/2/2023).


Sosoknya tidak hanya 'alim 'allamah dalam fiqih dan ushul fiqih, tetapi juga menguasai pengetahuan kontemporer secara memadai. Tak ayal ilmu-ilmu keislaman dalam pikiran dan tindakannya sangat kontekstual dan responsif terhadap perubahan sosial.


Marzuki mengaku sangat beruntung pernah menjadi juru tulis Kiai Ali Yafie dalam menulis pandangan fiqihnya mengenai lingkungan hidup pada tahun 2007, yaitu buku Menggagas Fiqh Lingkungan Hidup.


"Saya bisa sering berjumpa, duduk bareng, makan bareng, berdiskusi, dan sekaligus juga belajar banyak tentang fiqih lingkungan hidup," lanjut Marzuki.


Sangking tawadhunya, meskipun tulisannya tentang lingkungan hidup sangat memadai, tetapi Kiai Ali Yafie tidak berkenan bukunya diberi judul Fiqh Lingkungan Hidup, tetapi Menggagas Fiqh Lingkungan Hidup.


Dalam buku tersebut, kata Marzuki, Kiai Ali Yafie mengusulkan untuk menambahi 'hifdh al-bi'ah' (perlindungan lingkungan hidup) dalam maqashid asy-syari'ah (tujuan utama syari'at Islam diturunkan), sehingga tidak lagi adl-dlaruriyat al-khams (lima prinsip dasar), tetapi menjadi adl-dlaruriyat as-sitt (enam prinsip dasar), bahkan adl-dlaruriyat as-sab' (tujuh prinsip dasar) karena hifdh an-nasl (perlindungan keturunan) dipisah dengan hifdh al-'irdl (perlindungan martabat). 


Dalam buku itu juga, lanjut Marzuki, Kiai Ali Yafie berpendapat bahwa hifdh an-nafs (perlindungan jiwa) dalam maqashid asy-syari'ah lebih didahulukan atau diutamakan dari pada hifdh ad-din (perlindungan agama). 


"Alasannya, kita tidak bisa menjalankan dan melindungi agama dengan baik dan sempurna jika jiwa kita tidak terlindungi, kesehatan kita terganggu, dan keadaan tidak kondusif  untuk menjalankan agama," katanya.


Menurutnya, banyak pikiran-pikiran progresif Kiai Ali Yafie yang layak dicatat dan dijadikan acuan bagi pengembangan 'Fiqh Indonesia'.


Menurut Marzuki, KH Ali Yafie dan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dalam mengemudikan PBNU itu sesungguhnya adalah pasangan yang ideal. Ibarat mobil yang melaju kencang ke depan dalam mengejar perubahan zaman, Gus Dur adalah gas, KH Ali Yafie adalah rem-nya.


"Mobil tetap melaju kencang ke depan, tetapi permainan gas dan rem yang seimbang itu sangat dibutuhkan," kata Anggota Lembaga Pendidikan Tinggi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LPT PBNU) itu.


"Semoga KH Ali Yafie segera bertemu dengan Gus Dur di surga-Nya yang terindah. Amin," harapnya.


Pewarta: Syakir NF
Editor: Kendi Setiawan