Nasional

Kiai Masdar: Kitab Kuning Simbol Kiai dan Santri Terus Membaca

Rab, 12 Juli 2023 | 15:45 WIB

Kiai Masdar: Kitab Kuning Simbol Kiai dan Santri Terus Membaca

Rais Syuriyah PBNU KH Masdar Farid Mas'udi saat menjadi pembicara pada Halaqah Ulama Rabithah Ma'ahid Islamiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (RMI PBNU) bersama Kementerian Agama di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Lamongan, Jawa Timur, Rabu (12/7/2023). (Foto: Humas Pendis)

Lamongan, NU Online

Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Masdar Farid Mas'udi mengungkapkan bahwa kitab kuning merupakan simbol dari kia dan santri yang tidak pernah ragu untuk terus berguru, membaca, dan mengikuti fatwa.


Hal tersebut disampaikannya dalam Halaqah Ulama Nasional dengan tema Menyambut Peradaban Baru, Menguatkan Pesantren dan Revitalisasi Kitab Kuning kerjasama antara RMI-PBNU dengan Kemenag di Pondok Pesantren Sunan Drajat, Kabupaten Lamongan, Rabu (12/7/2023).


“Kitab kuning ini sesungguhnya merupakan simbol dari para santri, para kiai yang tanpa pernah ragu untuk terus berguru, membaca, dan mengikuti fatwa ulama,” ujarnya.


Ia mengatakan bahwa kitab kuning merupakan petunjuk ulama dari zaman dulu. "Sudah sangat jauh ke belakang, mungkin sudah ada 10 abad lalu untuk menjadi panutan pegangan dari segenap umat Islam khususnya dari kalangan Pesantren Ahlussunnah wal Jamaah.”


Meskipun kitab kuning usianya sudah lama, tetapi masih banyak yang relevan, misalnya Kitab Safinatun Najah dan Kitab Taqrib. 


“Itu masih penting untuk dipahami bagi santri yang mendalami Ilmu Fiqh, begitu juga dengan ilmu lain. Kalau santri ingin menjadi kiai tidak mungkin tanpa ilmu nahwu sorof dan lain sebagainya, sebisa mungkin harus belajar Ilmu Nahwu Shorof yang matang, bahkan lebh tinggi lagi Ilmu Balaghahnya harus dipelajari,” Ujarnya.


Sebelumnya, ia menjelaskan bahwa Muslim di Indonesia merupakan mayoritas dan negara dengan jumlah penduduk Islam terbesar di dunia. Mereka hidup dengan aman dan damai tanpa konflik berarti.


“Indonesia adalah negara Islam terbesar di dunia dan kita semuanya hidup tenteram dan damai tanpa ada konflik. Ini saya pikir perlu digaris bawahi bahwa kedamaian di Indonesia luar biasa dibanding dengan beberapa negara lain, termasuk negara Islam di Timur Tengah yang bahasanya sama, budayanya sama ternyata gampang sekali ada konflik satu sama lain antar suku, bahkan antar negara,” terangya.


Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa sebagai rakyat Indonesia harus bersyukur tinggal di Indonesia, sebab dianugerahi ketertiban, meskipun berbeda agama bisa bersaudara. 


“Kemudian kita perlu mengapresiasi ijtihad para ulama pendiri negara ini yaitu dengan Pancasilanya. Pancasila memang disusun oleh para tokoh bangsa dengan berbagai kepercayaan dan agama. Akan tetapi seluruh isi dari Pancasila sebagai landasan negara ini, itu sesungguhnya sangat islami. Misalnya Ketuhanan yang Maha Esa, itu jelas bagi umat Islam adalah tauhid, dan tauhid merupakan yang paling fundamental dari umat Islam dan jaminan selamat dunia dan akhirat,” pungkasnya.


Kontributor: Malik Ibnu Zaman