Nasional

Kiai Said: Beruntung Ada Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari di Indonesia

Sab, 3 September 2022 | 22:00 WIB

Kiai Said: Beruntung Ada Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari di Indonesia

Mustasyar PBNU KH Said Aqil Siroj. (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online

Beruntung ada Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari di Indonesia. Pandangannya yang mampu menyatukan nasionalisme dan keislaman menjadi landasan penting persatuan bangsa Indonesia.


“Jika tidak ada Al-Azhar di Mesir, di Timur Tengah dan NU di Indonesia, Islam dan umat Islam akan mudah dibawa ke tubir kehancuran. Beruntung Indonesia memiliki ulama seperti Hadratussyekh Hasyim Asy’ari yang berhasil menyatukan antara keislaman dan kebangsaan yang bisa menjadi pondasi dan perekat bagi kesatuan umat,” ujar Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj dalam Acara Diskusi Kebangsaan di Sekretariat SAS Institute Gedung Wisma Nugra Santana Jl. Sudirman, pada Kamis (1/9/2022).


Sebab di Timur Tengah, kata Kiai Said, Islam dan nasionalisme tidak bisa disatukan dan bisa saling membelakangi. Di Timur Tengah, tidak akan bertemu orang seperti Hadratussyekh Hasyim Asyari yang merupakan seorang ulama sekaligus nasionalis.


Di Timur Tengah, ulama dan nasionalis memiliki agenda dan perjuangannya sendiri-sendiri. Karena itu, lanjut Kiai Said, pernyataan Kiai Hasyim Asyari “hubbul wathan minal iman” bukanlah rumusan sederhana. Di dalamnya, terkandung penegasan bahwa nasionalisme memiliki basis teologi di dalam Islam.


Kiai Said melihat, bahwa umat Islam di dunia tak bisa lagi mengharap kebangkitan Islam dari negara-negara Arab di Timur Tengah. Umat Islam di sana saling berperang dan memusuhi.


Sejak terbentuknya negara bangsa, dunia telah berubah. Saat ini dunia sedang manaruh harapan besar pada Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia yang memiliki wajah keislaman yang moderat, toleran, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.


Dalam kesempatan tersebut, Kiai Said mengulas panjang lebar sejarah runtuhnya kekhalifahan Islam (Turki Utsmani), kemudian disusul dengan munculnya negara-bangsa, hingga tumbuh dan berkembang bibit-bibit kelompok-kelompk Islam radikal yang nyaris membawa kehancuran dan keruntuhan Islam di Timur Tengah.


Dalam kegiatan tersebut juga digelar serah terima jabatan Direktur Ekskutif SAS (Said Aqil Siroj) Institute dari Imdadun Rahmat kepada Sadullah Affandy.


Sadullah, sebagai Direktur Ekskutif SAS Institute yang baru terpilih, berharap SAS Institute bisa merekam, mengabadikan, sekaligus dapat melanjutkan pikiran dan gagasan besar Kiai Said tentang keislaman, kebangsaan dan kemanusiaan.


Sebagai satu di antara 500 tokoh Muslim berpengaruh di dunia versi Lembaga riset di Jordania, Kiai Said merupakan tokoh dan guru bangsa yang melanjutkan cita-cita dan perjuangan guru-guru bangsa sebelumnya seperti Nurcholis Majid, Gus Dur, Syafii Maarif.


“Mudah-mudahan SAS Institute bisa menerjemahkan dan menafsirkan gagasan, pikiran, serta ide-ide besar Kiai Said dalam memperjuangkan Islam rahmatan lil alamin ini, “pungkasnya.  


Editor: Syakir NF