Nasional

Kiai Said: Kalau Ngajinya Belum Tamat, Pasti Bid’ahkan Maulid

Sab, 9 Januari 2016 | 07:02 WIB

Jakarta, NU Online
Perayaan Maulid Nabi itu tujuannya memuji dan menyanjung Rasulullah SAW dengan harapan dapat selalu meneladani Nabi. Jika ilmunya belum sampai, niscaya seseorang akan membid’ahkan kegiatan tersebut.<>

“Kalau ngajinya belum tamat, pasti menyebutnya bid'ah,” tegas Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj saat ceramah agama di Pesantren Al-Mawaddah Jalan Sadar Raya No 34 Gudang Baru, Ciganjur, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat (8/1) malam.

Menurut Kiai Said, para sahabat Nabi berlomba membuat kumpulan pujian (madaih) kepada utusan Allah tersebut. Salah satunya, Ismail an-Nabhani yang memiliki karya empat jilid. “Dan ini tidak dilarang oleh Nabi. Artinya, ini merupakan sunnah taqririyah,” tandasnya.

Ka’b bin Zuhair, lanjut Kiai Said, juga memuji Rasulullah. Dengan gaya khasnya, kiai asal Cirebon ini lalu melantunkan beberapa bait syair besutan Ka’b bin Zuhair. “Artinya, engkau wahai Muhammad, bagaikan pedang made in India yang mampu memisahkan hak dan batil yang datang dari Quraisy,” ujarnya.

Doktor jebolan Universitas Ummul Quro Mekah ini beralasan, jika memang memuji Rasul dilarang, pasti Rasulullah sudah melakukannya. “Bahkan, Nabi memberi hadiah selimut lurik (burdah) kepada Ka’b. Nah, sejak saat itu qasidah-qasidah yang muncul disebut qasidah burdah,” ungkap Kiai Said.

Ketua LPOI ini juga menantang hadirin yang tidak percaya adanya selimut Nabi untuk melihatnya di Turki. “Yang nggak percaya, ayo datang ke Turki di museum Topkapi sebelah masjid Ayasofia. Di sana benda-benda peninggalan Rasulullah,” katanya.

Kiai Said bercerita, suatu ketika, ada suku Mudlar menghina Nabi Muhammad. Saking jengkelnya, Nabi pun akhirnya melaknat mereka paceklik tujuh tahun. Suku ini pun kemudian mengalami krisis pangan. Mereka terpaksa datang ke Madinah menemui Rasulullah di bawah pimpinan Labid bin Rabiah.

Nabi lalu bertanya kepada mereka. “Siapa dan dari mana kalian?” Mereka menjawab, “Kami dari suku Mudlar. Atainaka litarhamna (Kami datang menemui engkau agar merahmati kami), Kepada engkau Muhammad, kami minta syafaat.”

Lalu Nabi mendoakan mereka diberi hujan agar tanahnya kembali subur makmur. Sebelum mereka sampai di kampung halamannya, hujan pun turun. “Kalau ada yang tanya, sampeyan dari mana punya cerita-cerita begini? Kalau mau tau sejarah Nabi yang lengkap, baca Al Kamil 13 jilid,” ungkap Kiai Said.

Kiai Said mengimbau, jangan karena sudah membaca kitab Khulashah Nuril Yakin, lalu merasa sudah tahu sejarah Nabi. “Mereka yang suka membid’ahkan itu pasti hanya baca kitab tipis ini,” selorohnya disambut tepuk tangan dan tawa riang hadirin. 

Guru besar Tasawuf UIN Sunan Ampel Surabaya ini lalu menandaskan, maulid bukan bid’ah, tapi sunnah taqririyah (legitimasi) dari Rasulullah. “Santri harus tegas menjawab kalau ada yang bilang bid’ah,” tandasnya. (Musthofa Asrori/Fathoni)