Nasional

KPU Sampaikan 90 Petugas TPS Meninggal Dunia

Ahad, 25 Februari 2024 | 22:00 WIB

KPU Sampaikan 90 Petugas TPS Meninggal Dunia

Gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta (Foto: NU Online/Suwitno)

Jakarta, NU Online
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyampaikan sampai dengan Jumat (23/2/2024) ada 90 petugas Tempat Pemungutan Suara (TPS) meninggal dunia.


"Sampai dengan saya menginformasikan ini pada Hari Jumat, 23 Februari 2024, data yang kami terima dari teman-teman KPU provinsi, kabupaten, kota, petugas TPS yang meninggal ada 90 orang," ujar Ketua KPU Hasyim Asy'ari pada jumpa pers di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (23/2/2024).


Ia menjelaskan bahwa jika dibuat rincian dari 90 orang tersebut, ada 60 anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dan 30 petugas ketertiban TPS yang meninggal.


"Jadi sampai dengan saat ini petugas TPS, mulai dari petugas KPPS dan petugas ketertiban yang meninggal ada 90 orang, dengan rincian, petugas KPPS 60 dan petugas ketertibannya 30 orang," terangnya.


Lebih lanjut Hasyim mengatakan bahwa santunan telah diberikan kepada 20 petugas TPS yang meninggal, sementara sisanya masih dalam proses.


Ia mengungkapkan bahwa santunan kepada para petugas yang meninggal disalurkan sesuai dengan surat Menteri Keuangan Nomor S-647/MK.02/2022 melalui Satuan Biaya Masukan Lainnya (SBML) pada tahapan pemilihan umum (pemilu) dan pemilihan kepala daerah (pilkada). Besaran santunan untuk yang meninggal adalah 36 juta dan untuk biaya bantuan makanan adalah 10 juta.

 

"Tentu saja pada kesempatan ini, kami turut berduka cita kepada saudara-saudara kita, para petugas KPPS yang meninggal, dan kami mengucapkan terima kasih kepada keluarganya yang telah memberikan kesempatan kepada almarhum menjadi petugas KPPS pada pemungutan dan penghitungan suara di TPS, 14 Februari yang lalu," pungkasnya.


Sementara itu Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustyati mendesak desain pemilu serentak diubah agar beban kerja petugas pemilu bisa lebih berkurang lagi. Pasalnya, setiap hajatan pemilu selalu menimbulkan korban jiwa, tidak sedikit petugas pemilu yang meninggal dunia.


"Ke depan perlu dievaluasi secara total terkait dengan jenis keserentakan pemilu kita. Tidak bisa lagi pemilu lima serentak, lima kotak," ujarnya kepada NU Online, Kamis (22/2/2024) di Jakarta.


Pihaknya mengusulkan agar pemilu serentak dibagi menjadi pemilu serentak nasional dan lokal. Dengan model itu, pemilu legislatif (pileg) DPRD provinsi dan kabupaten/kota tak perlu berbarengan dengan pilpres, pileg DPR RI dan DPD RI, karena akan dilangsungkan bersamaan dengan jadwal pilkada.


"Jenis keserentakannya perlu diubah sehingga petugas KPPS pada pemilu serentak nasional hanya akan menghitung surat suara pilpres, pileg DPR RI, dan DPD RI," ujar Nisa.