Lailatul Qadar Malam yang Sempit? Ini Penjelasan Prof Quraish Shihab
NU Online · Senin, 25 April 2022 | 17:15 WIB
Syifa Arrahmah
Penulis
Jakarta, NU Online
Pada bulan puasa terdapat satu malam istimewa yakni malam lailatul qadar. Ada yang menyebutkan, malam yang kerap berjuluk malam seribu bulan dan dikaitkan dengan 10 hari terakhir Ramadhan ini sebagai malam yang sempit. Benarkah demikian?
Pakar tafsir ilmu Al Qur’an Profesor Muhammad Quraish Shihab membenarkan bahwa lailatul qadar merupakan malam yang sempit karena terlalu banyak malaikat yang turun ke bumi.
“Itu yang membuat lailatul qadar sempit, banyaknya malaikat yang turun ke bumi pada saat itu,” katanya dalam tayangan Shihab & Shihab dikutip NU Online, Senin (25/4/22).
Tak hanya itu, ia juga menyebutkan dua hal lain yang menggambarkan lailatul qadar, yakni malam penentuan dan kemuliaan yang menjadikannya berjuluk sebagai malam seribu bulan.
“Salah satu yang paling ditentukan adalah diturunkannya Al-Qur’an, (dan) bisa juga yang berkaitan dengan kehidupan manusia,” beber cendekiawan muslim Indonesia itu.
“Begitupun dengan seribu bulan, mengapa seribu bulan? karena memang keindahannya tidak dapat dilukiskan,” sambung Prof Quraish.
Keindahan pada malam tersebut, menurut dia, tidak dapat dijangkau oleh akal manusia. Itu sebabnya dalam Al Qur’an tertulis, innaa anzalnaahu fii lailatil-qadr, dan dilanjutkan dengan ayat, wa maa adraaka maa lailatul-qadr.
“Apa yang menjadikan engkau tahu tentang lailatul qadar, kamu tidak bisa tahu,” tutur penulis buku Membumikan Al-Qur’an itu.
Dijelaskannya, semua kata wa maa adraaka itu menggambarkan bahwa akal manusia tidak mampu untuk menjangkaunya. Oleh sebab itu, Prof Quraish menyarankan, ketika berbicara soal lailatul qadar maka merujuklah kepada Al-Qur’an atau penjelasan Nabi Muhammad saw.
“Tidak bisa diakal-akali,” tegas pengarang Tafsir Al-Misbah itu.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, dalam Al-Qur’an terdapat dua indikator terjadinya lailatul qadar. Kedua hal itu adalah, turunnya malaikat ke bumi dan rasa damai.
“Tanazzalul malaa-ikatu warruhu fiiha bi idzni rabbihim min kulli amr, selanjutnya, salaamun hiya hattaa mathla’il fajr. Dua indikator ini yang menentukan lailatul qadar,” jelas tokoh kelahiran 16 Februari 1944 itu.
Kehadiran malaikat, terang dia, dapat diketahui dengan menguatnya jiwa-jiwa manusia untuk melakukan kebaikan. “Karena malaikat itu fungsinya mendorong orang kepada kebaikan,” terang penulis buku Lentera Hati itu.
“Jadi, apabila seseorang terdorong melakukan kebaikan, artinya orang itu sedang merasakan kehadiran malaikat,” imbuh dia.
Pewarta: Syifa Arrahmah
Editor: Aiz Luthfi
Terpopuler
1
KPK Tetapkan Wamenaker Immanuel Ebenezer dan 10 Orang Lain sebagai Tersangka Dugaan Pemerasan Sertifikat K3
2
LF PBNU Rilis Data Hilal Jelang Rabiul Awal 1447 H
3
Istikmal, LF PBNU: 1 Rabiul Awal 1447 Jatuh pada Senin, Maulid Nabi 5 September
4
KPK Beberkan Modus Pemerasan Sertifikat K3 yang Berlangsung Sejak 2019
5
Pacu Jalur Aura Farming: Tradisi dalam Pusaran Viralitas Media
6
IPNU-IPPNU dan PCINU Arab Saudi Dorong Tumbuhnya Tradisi Intelektual di Kalangan Pelajar
Terkini
Lihat Semua