Nasional

LBM PBNU: Situasi Darurat Jenazah Pasien Covid-19 Tidak Perlu Dimandikan

Sen, 23 Maret 2020 | 01:50 WIB

LBM PBNU: Situasi Darurat Jenazah Pasien Covid-19 Tidak Perlu Dimandikan

Keputusan ini harus diambil ketika tenaga medis atau petugas kesehatan tidak menemukan alternatif atas cara pemandian atau tayamum sebagai dispensasinya jenazah pasien Covid-19.

Jakarta, NU Online
Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) menyatakan, kewajiban pemandian jenazah pasien Covid-19 tidak perlu dipaksakan jika dalam situasi darurat. Tentunya, keputusan ini diambil setelah melalui pertimbangan untuk memandikan meski hanya disiram dan menayamumkan jenazah pasien Covid-19 sebagai dispensasinya.

Sebagaimana dimaklum, pemulasaran jenazah adalah kewajiban umat Islam yang meliputi pemandian, pengafanan, penshalatan, dan penguburan jenazah. Pemulasaran jenazah merupakan kewajiban bagi umat Islam Islam terhadap umat Islam yang telah meninggal dunia.

LBM PBNU menyatakan bahwa keputusan untuk tidak memandikan jenazah pasien Covid-19 merupakan jalan terakhir yang harus ditempuh dalam situasi darurat. Keputusan ini harus diambil ketika tenaga medis atau petugas kesehatan tidak menemukan alternatif atas cara pemandian atau tayamum sebagai dispensasinya jenazah pasien Covid-19.

Menurut LBM PBNU, jika hal itu (mandi meski hanya disiram dan tayamum) tidak dapat dilakukan juga dalam kondisi darurat, maka jenazah pasien Covid-19 boleh tidak dimandikan dan tidak ditayamumkan. Jenazah pasien Covid-19 boleh langsung dikafankan dan dishalatkan tanpa dimandikan atau ditayamumkan sebelum dimakamkan.

“Sebenarnya pandangan ulama beragam pada masalah ini. Kita dapat juga mengutip pandangan sebagian mazhab Hanbali yang membolehkan jenazah pasien Covid-19 langsung dikafankan dan dishalatkan tanpa dimandikan atau ditayamumkan,” kata Wakil Sekretaris LBM PBNU KH Mahbub Maafi di Jakarta, Senin (23/3) pagi.

Pihak LBM PBNU melandaskan sikap keagamaannya pada kondisi darurat atau sulit yang membolehkan masyarakat dalam hal ini tenaga kesehatan mengambil langkah kemudahan (al-masyaqqah tajlibut taysir). Sementara penghilangan kesulitan merupakan salah satu prinsip ajaran Islam sesuai firman Allah Surat Al-Haj ayat 78, “Dia tidak pernah sekalipun menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.”

LBM PBNU juga mengutip hadits riwayat Bukhari dan Muslim “Dari Abi Hurairah, ‘Saya mendengar sabda Nabi Muhammad SAW, ‘Segala sesuatu yang aku larang buat kalian semua, maka jauhilah. Segala sesuatu yang aku perintahkan kepada kalian semua, maka lakukan semampu kalian. Generasi sebelum kalian hancur disebabkan terlalu banyak bertanya (protes) dan menyalahi para nabi mereka.’’”

LBM PBNU melengkapi Al-Qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW dengan kutipan Kitab Qawaidul Ahkam fi Mashalihil Anam karya Izzuddin bin Abdissalam dan Kitab Mughnil Muhtaj karya Al-Khatib As-Syarbini.

“(Jenis masyaqqah atau kesulitan) Kedua, yakni suatu kesulitan yang secara umum dapat melepaskan tuntutan suatu ibadah. Jenis ini mempunyai beberapa macam. Pertama: kesulitan yang teramat sangat seperti kekhawatiran akan keselamatan jiwa, organ, dan fungsi organ. Kesulitan semacam ini menetapkan keringanan. Karena menjaga keselamatan jiwa dan organ tubuh guna menegakkan
kepentingan-kepentingan dunia dan akhirat itu lebih diprioritaskan daripada mengeksploitasi tubuh demi menjalankan satu ibadah atau beberapa ibadah, namun ibadah lainnya menjadi terbengkalai akibat kerusakan tubuh.” (Izzuddin, Qawaidul Ahkam: I/192-193).

“Andaikan ada orang yang meninggal tertimpa reruntuhan sebagaimana tenggelam di sumur atau di laut yang dalam dan sulit untuk mengeluarkan dan memandikannya dan mentayamumkannya, maka tidak perlu dishalati karena tidak memenuhi syarat. Sebagaimana dilansir oleh Syaikhani dari imam Mutawalli. Imam Nawawi dalam Kitab Al-Majmu’ menyampaikan, ‘Tidak ada perbedaan pendapat dalam perihal ini.’” (As-Syarbini, Mughnil Muhtaj: I/360).

“Namun sekali lagi, pertimbangan darurat ini sekali lagi harus mengikuti saran tenaga medis. Fiqih hanya memberikan alternatif pandangan yang dapat ditempuh dalam situasi darurat. Intinya begini ini harus ditentukan medis. Apakah ini bahaya atau tidak bagi yang memandikan atau tenaga medis yang menayamumkannya,” kata Kiai Mahbub.
 

Pewarta: Alhafiz Kurniawan
Editor: Abdullah Alawi