Nasional

Lily Wahid: NU Berkontribusi dalam Setiap Perjalanan Indonesia

Rab, 8 Januari 2014 | 07:01 WIB

Yogyakarta, NU Online
Jika berbicara tentang NU, maka tidak akan bisa lepas dari Indonesia, karena perjalanan Indonesia selalu diiringi NU, baik sebelum, saat, dan setelah kemerdekaan. Mulai dari orde lama, orde baru, dan orde reformasi saat ini.
<>
Demikian disampaikan Lily Chadijah Wahid, adik kandung KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), saat memberikan tausiyah dalam acara Peringatan Haul Ke-4 Gus Dur yang diadakan oleh PWNU DIY, Ahad (05/01), di Gedung PWNU DIY, Jalan MT Haryono 42 Yogyakarta.

“Seperti saat pembentukan Piagam Jakarta, pemberontakan PKI pada tahun 1965, NU juga berperan. Adanya sila pertama Pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa merupakan contoh kontribusi NU pada proses pendirian Negara atau NKRI,” ujarnya.

Menurut Lily Wahid, politik NU adalah politik kebangsaan. Salah satu bidang yang bisa digarap oleh NU saat ini demi memperbaiki nasib Indonesia adalah bidang ekonomi. “Sekarang yang diperlukan adalah kebangkitan ekonomi. Dari situlah nanti akan dapat membangun masyarakat,” papar anggota Komisi I DPR RI Periode 2009-2014 tersebut.

Lily Wahid mengingatkan agar NU tidak hanya bangkit dalam hal agama, melainkan juga dalam hal akhlak, agar bisa ditiru oleh masyarakat. Salah satunya adalah dengan meneladani dua sifat Rasulullah ketika diberikan jabatan oleh Allah, yakni zuhud dan amanah.

“Indonesia saat ini memiliki banyak pemimpin yang tidak amanah. Dua sifat (zuhud dan amanah) itu yang harus dipegang, sebab itu yang akan mengangkat Indonesia dalam bidang ekonomi,” tandasnya.

Ia juga menyayangkan, sekarang ini ajaran Islam yang tersebar, khususnya di kalangan masyarakat kota, berpotensi tidak ramah terhadap sesama.

“Banyak Islam yang diajarkan tapi tidak Ahlussunnah wal Jama’ah. Jika yang dipelajari bukan Islam Aswaja, justru akan mengajarkan kekerasan kepada sesama muslim dan non-muslim. Padahal Rasul mengajarkan kerukunan kepada umat,” tegasnya di depan hadirin siang itu. (Dwi Khoirotun Nisa’/Mahbib)