Nasional

LPBINU Gelar Pelatihan Penyusunan Kajian Risiko Bencana di Parepare

Sen, 10 April 2017 | 09:29 WIB

Parepare, NU Online
Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim Nahdlatul Ulama (LPBINU) dengan dukungan dari Department of Foreign Affairs and Trade (DFAT) Australia menyelenggarakan Pelatihan Penyusunan Kajian Risiko Bencana tahap kedua. 

Pelatihan Penyusunan Kajian Risiko Bencana ini dipandu oleh Humanitarian Open Street Map Team (HOT). Pelatihan ini diikuti oleh 22 orang peserta yang merupakan perwakilan dari BPBD, OPD Terkait, LPBINU, Pramuka, PMI, Perguruan Tinggi yang berasal dari Kabupaten Barru dan Wajo, Sulawesi Selatan yang telah mengikuti pelatihan tahap 1 (JSOM dan Mapathon). Pelatihan akan berlangsung selama 5 (lima) hari pada 10-14 April 2017 di Hotel Parewisata Parepare, Sulawesi Selatan. 
 
Ketua LPBINU PBNU M Ali Yusuf menyatakan bahwa untuk menyusun rencana dan aksi penanggulangan bencana yang sistematis, terarah dan terpadu, diperlukan dasar yang kuat untuk pemaduan dan penyelarasan arah penyelenggaraan penanggulangan bencana pada suatu daerah/kawasan. Di sinilah letak penting adanya kajian risiko bencana sebagai perangkat untuk menilai kemungkinan dan besaran dampak (korban dan kerugian) dari ancaman bencana yang ada. 

Dengan mengetahui kemungkinan dan besaran korban dan kerugian, lanjutnya, fokus perencanaan dan keterpaduan penyelenggaraan penanggulangan bencana menjadi lebih efektif. “

Dapat dikatakan, kajian risiko bencana merupakan dasar untuk menjamin keselarasan arah dan efektivitas penyelenggaraan penanggulangan bencana di suatu daerah atau kawasan,” jelasnya.

Pelatihan ini merupakan rangkaian kegiatan dalam Program Penguatan Kapasitas Pemerintah dan Masyarakat Lokal dalam Kesiapsiagaan untuk Respon Bencana yang Cepat dan Efektif. Setelah penyelenggaraan pelatihan tahap pertama memperkenalkan dan menerapkan aplikasi Java Open Street Map (JOSM). JOSM merupakan salah satu alat dalam penanggulangan bencana alam, pada tahap kedua yaitu terkait dengan Quantum Geography Information System (QGIS)  dan Ina SAFE.

Hasil dari pelatihan kajian risiko bencana ini adalah tersusunnya peta risiko bencana (peta ancaman, peta kerentanan dan peta kapasitas) dan juga tersusunnya kajian risiko bencana di Kabupaten Barru dan Wajo (Sulawesi Selatan).

H. Abdul Kadir, Kepala BPBD Kabupaten Barru, menyampaikan pentingnya kajian kerentanan untuk dapat meningkatkan kapasitas sehingga risiko dapat dikurangi. “Harapan kami dokumen kajian risiko bencana dapat menjadi acuan dalam pembangunan yang ada di Kabupaten Barru, dan kajian risiko bencana dapat diimplementasikan secara baik,” katanya. 

Pelatihan dibuka oleh Syarifuddin Rahim, Sekretaris BPBD Provinsi Sulawesi Selatan. Ia mengapresiasi LPBINU yang bekerja sama dengan DFAT dalam melaksanakan program di Kabupaten Barru dan Wajo sebagai proyek percontohan. “Semoga kegiatan yang dilaksanakan di Sulawesi Selatan dapat di implementasikan dan di kembangkan di daerah lain,” katanya.

Menurutnya, bencana  merupakan tanggung jawab bersama, dan pelatihan kajian risiko bencana dengan melibatkan multi stakeholders adalah sangat tepat,  memang kegiatan kajian tidak mudah, namun hal yang sangat penting adalah kita mendapatkan kesepatan yang sangat berharga, dan semua peserta mampu mengamalkan ilmu yang telah didapat.

Salah satu tujuan pelatihan ini adalah untuk menerapkan aplikasi Java Open Street Map (JOSM) dalam melakukan pengkajian risiko bencana di suatu daerah termasuk di dalamnya memetakan risiko bencana dan mengembangkan skenario dalam melakukan penanggulangan bencana dengan menggunakan perangkat lunak InaSAFE. Hasil dari kajian risiko tersebut nantinya digunakan sebagai acuan dasar dalam menyusun perencanaan dalam kegiatan dan program penanggulangan bencana suatu daerah/kawasan. (Red: Mahbib)