Nasional

Marak Kasus Penculikan Anak, Psikolog Unusia Terangkan Penyebabnya

Sab, 28 Januari 2023 | 15:00 WIB

Marak Kasus Penculikan Anak, Psikolog Unusia Terangkan Penyebabnya

Ilustrasi penculikan anak.

Jakarta, NU Online
Memasuki babak baru kehidupan tahun 2023, publik dibuat miris dengan maraknya berita penculikan anak di sejumlah daerah di Indonesia. Di Cilegon, Banten misalnya. Seorang bocah berinisial F (4) diculik oleh seseorang berinisial HH.


F lalu baru ditemukan pada 25 Januari 2023 di jalanan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Diketahui, F digunakan oleh pelaku untuk meminta-minta atau mengemis.


Mirisnya lagi, kasus penculikan berujung pembunuhan terjadi di Makassar, Sulawesi Selatan pada 8 Januari 2023. Korban yang berusia 11 tahun diculik dan dibunuh oleh dua pelaku MF (18) dan AD (17). Pelaku mengaku menculik korban lantaran ingiin menjual organ tubuhnya di situs jual beli organ tubuh luar negeri Yandex.


Menanggapi itu, Psikolog Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia) Maryam Alatas menjelaskan dua faktor penyebab maraknya penculikan anak.


Pertama, minimnya pengawasan. Pengawasan orang tua, kata dia, merupakan hal yang penting diberikan kepada sang buah hati. Pengwasan yang buruk sangat berpontensi menghadirkan celah untuk terjadinya penculikan kepada anak.


“Kalau penculikan anak balita, misalnya, mestinya kan usia tersebut masih dalam pengawasan orang tua. Artinya orang tua tidak boleh lengah sedetik pun,” terang Maryam kepada NU Online, Sabtu (28/1/2023).


“Kejadian di mal-mal misalnya. Anak berlarian sementara orang tua asyik belanja, sebentar saja lengah kebetulan ada penculik lewat sedang mencari mangsa, ya wassalam,” tambahnya.


Kedua, minimnya edukasi. Kurangnya edukasi pertahanan diri bagi anak oleh orang tua. Selain pengawasan, orang tua juga perlu memberikan pemahaman tentang perlindungan diri. Tentang bagaimana sang anak harus merespons perlakukan dari orang yang tak dikenal.


“Bisa karena korban kenal dengan pelaku, atau pelaku adalah keluarga atau diiming-imingi sesuatu. Selain itu, kemungkinan juga minim atau tidak ada edukasi terhadap anak bagaimana jika menghadapi orang asing atau melindungi diri dari kemungkinan penculikan,” jabar Maryam.


“Biasanya edukasi ini bisa dilakukan oleh orang tua,” imbuhnya.


Untuk meminimalisasi tindak penculikan, Kepala Unit Pelayanan dan Pengembangan Psikologi (UP3) Unusia itu menilai komunikasi yang baik antara orang tua dan anak perlu dibangun agar pesan yang disampaikan kepada sang anak tersalurkan dengan baik.


“Kalau sudah bisa berkomunikasi ajarkan untuk jangan mau jika diajak atau diiming-imingi oleh orang tak dikenal. Kalau bisa berkomunikasi, berarti orang tua atau pengasuh yang mesti mendampingi. Agak sulit memang kalau pelakunya adalah keluarga sendiri atau orang yang dipercaya,” tutupnya.


Pewarta: Nuriel Shiami Indiraphasa
Editor: Musthofa Asrori