Nasional

Masjid Agung, Ikon Kota Solo

NU Online  ·  Sabtu, 2 Februari 2013 | 00:22 WIB

Solo, NU Online
Masjid kuno itu terletak di jantung pusat Kota Solo. Seperti pada umumnya di daerah Jawa, letaknya berdekatan dengan pusat pemerintahan, pasar (Klewer), dan alun-alun. Maka tak heran jika Masjid Agung yang menjadi kebanggaan warga kota Solo ini selalu ramai pengunjung, baik yang datang dari Solo maupun dari luar daerah.<>

Meski kini sudah berusia dua abad lebih sejak mulai didirikan oleh Raja Surakarta Paku Buwono III (PB III) pada tahun 1785 M atau menurut tahun Jawa tahun 1689, namun bangunan masjid masih terlihat kokoh. Setiap hari silih berganti umat Islam yang berkunjung ke sana untuk melakukan kewajiban sholat atau sekedar melihat masjid kuno tersebut.

Keanggunan Masjid Agung Surakarta yang dulunya bernama Masjid Besar itu terletak pada bentuk bangunan dan keasliannya. 

H Slamet Aby, ketua takmir masjid menuturkan, hampir pada umumnya bangunan masjid masih asli, “meskipun sudah direnovasi, tapi tidak merubah keasliannya, khususnya pada bangunan soko guru,” terangnya.

Bangunan seluruh pilar atau lainnya dari kayu jati yang berasal dari hutan Donoloyo (Alas Donoloyo) yang usianya sudah sangat tua. Yang menarik lagi, konon kubah Masjid itu pada zaman dulu dilapisi dengan emas murni seberat 7,5 Kg terdiri dari uang ringgit emas sebanyak 192 buah. Pemasangan lapisan kubah Masjid itu diprakarsai oleh Sri Susuhunan PB VII pada tahun 1878 atau tahun Jawa 1786 dengan condro sangkolo Rasa Ngesti Muji ing Allah.

Secara pengelolaan, Masjid Agung Surakarta yang dulunya milik Keraton Surakarta kini sudah menjadi milik umat Islam sejak tanggal 3 Juli 1962 oleh Menteri Agama ketika itu, KH Saifuddin Zuhri. Namun secara kultural, acara di Masjid Agung masih tetap ada kaitan dengan acara keraton.

“Acara seperti Sekaten, Hari Besar Islam, Grebeg Mulud masih tetap berlangsung di Masjid Agung” ungkap Slamet.

Selain itu keterkaitan antara Masjid Agung dan keraton juga tampak pada peran imam masjid yang juga menjabat sebagai Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Tafsir Anom. Saat ini jabatan tersebut dipegang oleh Muhammad Muhtaram, yang juga merupakan pengurus NU Solo.

Sedangkan untuk kegiatan yang ada di masjid agung, seperti kebanyakan masjid lainnya, masjid ini sering digunakan untuk pengajian dan acara peringatan Hari besar Islam. Salah satu pengajian yang tetap bertahan sampai sekarang, yakni pengajian Purnomo Sidi (setiap tanggal 15 kalender Qomariah), sudah berlangsung sejak zaman raja-raja terdahulu.

Karena beberapa hal itulah masjid ini menjadi salah satu ikon Kota Solo. Hubungannya dengan sejarah masa lampau serta fungsinya sebagai masjid keraton. Disamping itu, banyak pula wisatawan yang pergi ke Solo, menyempatkan diri untuk mengunjungi masjid yang banyak memilik daya tarik ini.



Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Ajie Najmuddin