Nasional

Menaker Dukung Kerjasama Vokasi Kadin Jerman-Indonesia

NU Online  ·  Selasa, 31 Oktober 2017 | 16:15 WIB

Jakarta, NU Online
Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dakhiri menyambut positif langkah kerjasama antara Kadin Jerman- Kadin Indonesia, termasuk dukungan dari pemerintah Jerman dalam pendidikan dan pelatihan vokasi. Menaker berharap dukungan tersebut terus dikembangankan oleh kedua pihak di masa depan.

"Pokoknya pemerintah akan support full kerjasama ini. Mudah-mudahan kerjasama ini bisa meningkatkan pendidikan dan pelatihan vokasi di Indonesia," kata Menaker Hanif saat memberikan sambutan pada simposium Pendidikan Vokasi (Kejuruan) Sistem Ganda yang Berorientasi pada Praktik-Peluang bagi Indonesia di Hotel Borobudur Jakarta, Selasa (31/10)

Turut hadir dalam simposium tersebut Wakil Dubes Jerman Hendrik Berkeling; Wakil Ketua Umum bidang Kebijakan Moneter, Fiskal dan Publik Raden Pardede; Ketua Apindo Anton J. Supit; Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan UKM Kemenko Perekonomian Rudy Salahuddin.

Menaker Hanif menjelaskan pendidikan vokasi menjadi penting karena; Pertama agar seluruh input pengembangan SDM baik melalui skema pendidikan dan pelatihan benar-benar dengan driven. Kedua, memiliki terobosan dalam percepatan pembangunan SDM atau peningkatan kompetensi dari tenaga kerja. Ketiga, sesuai postur angkatan kerja yang masih didominasi oleh lulusan SD/SMP.

Namun, Menaker mengakui masalah yang dihadapi vokasi saat ini adalah persoalan akses dan mutu vokasi masih sangat terbatas. Idealnya di mana pun manusia Indonesia berada, harus memperoleh akses pelatihan kerja, vocasional training secara berkualitas.Menaker berpendapat hingga saat ini akses masih menjadi persoalan. Kalaupun ada, mutunya sudah kedaluarsa dan tidak bisa menyesuaikan kebutuhan pasar kerja saat sekarang. 

"Jadi akses dan mutu vokasi masih menjadi masalah. Jadi ini harus digenjot dan diperkuat di seluruh Indonesia," katanya.

Persoalan lain, kata Menaker adalah image pelatihan vokasi masih dipandang sebagai second class, tidak bergengsi dan tidak keren. Masyarakat masih lebih memilih anaknya masuk ke pendidikan umum di perguruan tinggi dibandingkan ke Politeknik atau vokasional.

"Jadi orientasinya kita harus diubah yang formalistik dan akademik, karena tidak nyambung dengan kebutuhan industri," ujarnya.

Seharusnya, kata Menaker, negara Indonesia bisa berkaca dari pengalaman di Jerman dan negara-negara Skandinavia yang  berhasil melakukan pembangunan ekonomi melalui kontribusi vokasi.

Pendidikan vokasi dan pelatihan vokasi di negara Eropa berhasil menggenjot pembangunan ekonomi secara optimal.

"Inilah yang perlu dan bisa dilakukan ke depan di Indonesia," ujarnya.

Menaker meyakini, apabila pendidikan dan pelatihan vokasi telah dipercaya, vokasi akan berkembang di Indonesia.

Rekruitmen dari dunia usaha juga  harus mulai mendasarkan diri dari basis kompetensi sehingga pemuda punya harapan.

"Ketika dunia usaha mau buka rekruitmen berbasis kompetensi, tidak melulu pada ijazah, pasti akan membantu merubah image vokasi sebagai second class," tambahnya

Lebih jauh, Menaker menyatakan Kemnaker  bersama Apindo pihaknya telah melakukan kerjasama dalam program pemagangan. Direncanakan pada 2018 nanti, akan ada 400 ribu pemuda yang akan ikut program pemagangan.

"Kita menyiapkan 4000 mentor dan 4000 instruktur untuk bantu pemagangan. Mentor dan instruktur dibutuhkan untuk membantu para pemagang benar-benar bisa menguasai kompetensi," katanya. (Red: Kendi Setiawan)