Nasional

Menaker Minta Tak Ada PHK terkait Kenaikan Cukai Rokok

NU Online  ·  Senin, 23 September 2019 | 13:45 WIB

Menaker Minta Tak Ada PHK terkait Kenaikan Cukai Rokok

Pekerja di pabrik rokok (Foto: Antara)

Jakarta, NU Online
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri meminta tidak ada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat dari kenaikan cukai rokok. Kenaikan cukai rokok sebelumnya dikhawatirkan sejumlah kalangan bakal membebani industri rokok konvensional, yang memiliki jumlah tenaga kerja besar.
 
"Kami minta jangan ada PHK walaupun cukainya naik. Karena industri rokok itu didominasi oleh pekerja perempuan," kata dia di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (23/9).
 
Selain didominasi perempuan, dia pun menyatakan sebagian besar pekerja tersebut sudah memasuki usia senja serta umumnya pekerja memiliki tingkat pendidikan rendah. "Makanya kami dorong agar mereka bisa mempertahankan pekerjaannya," ujar dia.
 
Hanif menyebut, beberapa kalangan industri rokok telah melakukan audiensi kepada Kemenaker. Audiensi  itu di antaranya membahas mengenai dampak kenaikan cukai rokok serta aspirasi mereka kepada Kemenaker.
 
Sebelumnya, pemerintah menilai kenaikan cukai rokok rata-rata sebesar 23 persen dengan kenaikan harga eceran 35 persen tak akan memberatkan industri padat karya hingga berakibat pada PHK. Alasannya, industri Sigaret Kretek Tangan (SKT) diperkirakan bakal mendapat tarif cukai paling ringan dibandingkan dengan jenis rokok lainnya.
 
"Saya belum bisa sampaikan detailnya. Tapi yang pasti dengan rata-rata 23 persen itu, sigaret kretek tangan pada prinsipnya akan diberikan tarif yang teringan," kata Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi.
 
Industri SKT memiliki jumlah tenaga kerja paling besar yang bisa mencapai ribuan orang, dibandingkan industri rokok lainnya. Beberapa industri di antaranya juga ada yang merupakan industri rumahan.
 
Meski demikian, dia pun mengakui pemerintah ingin menurunkan konsumsi masyarakat terhadap rokok. "Kami harus pastikan, bahwa produksi itu secara gradual turun, karena ini mengenai konsumsi. Tapi, industri harus tetap perhatikan. Nah, industri mana yang harus diperhatikan, jika harus memilih, tentunya yang padat karya yang lebih utama," katanya.
 
Editor: Kendi Setiawan