Nasional

Mengembalikan Naskah Kuno sebagai Pustaka

Rab, 24 Januari 2018 | 09:02 WIB

Jakarta, NU Online
Ribuan naskah kuno belum terawat dengan baik. Banyak masyarakat yang mewarisi naskah tersebut tidak atau belum bisa merawatnya karena ketidakpahamannya.

Melihat hal tersebut, dua filolog menginisiasi program pendigitalan naskah-naskah kuno, yakni Jan van der Putten dari Pusat Pengkajian Budaya Manuskrip (CSMC) Universitas Hamburg dan Oman Fathurahman dari Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Program tersebut dinamai dengan Digital Repository of Endangered Affected Manuscripts in Southeast Asia (DREAM SEA). Program ini memiliki misi Digitalisasi Manuskrip sebagai Upaya Merawat Keragaman Artefak Sejarah dan Budaya Asia Tenggara.

Dalam sambutannya, Direktur PPIM Saiful Umam mengatakan bahwa program DREAM SEA merupakan langkah penting guna merawat manuskrip.

“Ini sebuah langkah penting dalam hal menangani manuskrip yang rawan kerusakan karena usia yang lama dan lapuk,” katanya saat peluncuran DREAM SEA di Perpustakaan Nasional, Rabu (24/1).

Senada dengan Saiful Umam, Jan mewakili principal investigator mengatakan bahwa DREAM SEA menjaga keragaman budaya dengan digitalisasi naskah.

“Akan berupaya melestarikan keragaman budaya di Asia Tenggara melalui pendigitalan yang terancam dari segi fisik atau keadaan sosial budaya yang tidak bersahabat lainnya,” katanya.

Program digitalisasi naskah seperti ini bukan kali pertama dilakukan, tapi sudah berulang kali melalui program lainnya. Jan menyampaikan tiga perbedaan mendasar dengan program lainnya, yakni cepat tanggap, membangun komunitas pencinta dan pemerhati naskah, serta melihat hubungan yang terputus dengan penyatuan naskah digital ke dalam satu situsweb.

“Mudah-mudahan kita akan melihat hubungan yang terputus karena sejarah, karena perkembangan-perkembangan sosial lainnya,” ujarnya.

Usai pembukaan, kegiatan peluncuran program DREAM SEA juga digelar seminar tentang digitalisasi naskah.

Adithya sebagai moderator pada seminar tersebut dalam pembukaan menyinggung bahwa pustaka terkadang berubah menjadi pusaka. “Seiring waktu, pustaka itu kadang-kadang menjadi pusaka,” kata Adit, filolog yang menangani lebih banyak manuskrip Sunda.

“Tugas kita menjadikan pustaka itu kembali menjadi pusaka seperti pada zamannya,” lanjutnya.

Hal tersebut dibenarkan oleh Ketua Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) Munawar Holil (Mumu). Ia mengatakan bahwa masih ada orang yang menganggap naskah kuno tersebut sebagai benda keramat atau pusaka. Sebagian lainnya juga menganggapnya sebagai barang perdagangan sehingga tak aneh jika beberapa naskah Nusantara dijual ke kolektor atau bahkan ke luar negeri.

Hadir juga Kepala Subdit Sejarah Nasional Direktorat Sejarah Kementerian Kebudayaan dan Nasional Suharja. Ia menyampaikan tentang Undang-undang Nomor 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan.

Kepala Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Republik Indonesia Muh Syarif Bando mengingatkan pentingnya mempelajari naskah kuno. “Perlu kita menggali sedalam-dalamnya yang namanya manuskrip naskah kuno, dan kita lempar ke masyarakat karena ini tidak bisa terpisahkan dengan perjalanan bangsa Indonesia,” katanya.

Kepala Perpusnas juga didapuk untuk mukul gong sebagai tanda diluncurkannya program DREAM SEA yang akan berlangsung sampai tahun 2022 dengan dukungan dari Arcadia Inggris, PPIM, dan CSMC. Hasil program ini akan dimuat dalam satu situs website yang bisa diakses umum. (Syakirnf/Alhafiz K)