Nasional

Mengenal Pakaian Madura yang Dikenakan Riky saat Upacara Penurunan Bendera HUT Ke-78 Kemerdekaan RI

Kam, 17 Agustus 2023 | 21:15 WIB

Mengenal Pakaian Madura yang Dikenakan Riky saat Upacara Penurunan Bendera HUT Ke-78 Kemerdekaan RI

Riky dengan pakaian adat Madura mendapatkan hadiah sepeda gunung dari Presiden Jokowi saat Upacara Penurunan Sang Merah Putih, Kamis (17/8/2023) sore (Foto: Tangkapan layar Youtube Sekretariat Presiden)

Sumenep, NU Online
Detik-detik upacara penurunan bendera Merah Putih peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-78 Kemerdekaan Indonesia di Instana Merdeka Jakarta, pada Kamis (17/8/2023) sore, ada 5 pemenang busana adat terbaik dan berhak mendapatkan sepeda gunung dari Presiden RI.


Hal yang menjadi perhatian khususnya warga Jawa Timur adalah salah satu dari 5 pemenang tersebut, yakni Riky yang mengenakan pakaian adat Madura.


Adapun nama-nama yang mendapatkan sepeda gunung dari Presiden RI berkat pakaian adatnya di penurunan bendera Merah Putih adalah:

  1. Azalea pakaian adat Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT)
  2. Susanti pakaian adat Lampung 
  3. Karlina pakaian adat Jawa Tengah
  4. Andrian pakaian adat Alor, NTT
  5. Riky pakaian adat Madura, Jawa Timur.


Presiden Joko Widodo sendiri sebagaimana terlihat dalam tayangan Upacara Penurunan Bendera Negara Sang Merah Putih, 17 Agustus 2023, tampak tertawa saat melihat Riky yang tampil dengan memakai pakaian adat serba hitam, kaos bermotif merah putih, dan kopiah hitam yang super panjang.

 

Pakaian adat Madura memang memiliki kekhasan tersendiri. Hal ini dapat dibuktikan bahwa pakaian adat tersebut sering dijadikan ikon Jawa Timur. 

 

Jika penasaran dengan baju adat itu, warga luar Madura bisa berkunjung ke kawasan Sae Salera di Pamekasan. Di kawasan kuliner ini, seluruh penjual sate, terutama penjual sate lalat (daging sate dipotong-potong kecil) mengenakan pakaian pesa’an atau adat Madura.


Secara kasat mata, pakaian ini simpel dan tidak ribet, tak banyak aksesoris, dan berukuran longgar. Artinya, siapa pun yang memakainya, akan merasa nyaman. Cocok dipakai sehari-hari di rumah. Sedangkan celananya bermodel gomboran, panjang sampai mata kaki.  


Dalaman dari baju pesa’an atau kaos belang yang berwarna berwarna merah putih, menggambarkan mental pejuang, tegas, dan pemberani yang dimiliki masyarakat Madura. Hal ini bisa dilihat dari etos kerja orang Madura yang tinggi dan dimaknainya sebagai perjuangan. Hanya satu tujuan, yakni mengubah hidup dengan pantang menyerah.

 

Selain itu, orang Madura dikenal warga yang menjunjung tinggi harga diri dan kehormatan. Sikap ini muncul karena memiliki prinsipnya, yakni rasa malu. Menurut warga pedesaan, hilangnya harga diri dianggap memalukan atau lebih rendah daripada kematian. Warga menyatakan, obat rasa malu adalah mati. Kasus carok di Madura berangkat dari prinsip, lebih baik putih tulang daripada putih mata.

 

Sakera
Mohammad Amin salah satu warga Sumenep mengtakan, selain dijumpai di kawasan kuliner, pakaian adat ini sering dipakai warga saat perlombaan kerapan sapi, menjual sapi di pasar hewan, karnaval, menyambut tamu agung, hingga sering dipakai oleh sporter Madura United saat mendukung kesebelasan tim sepakbola di tribun.


"Pakaian ini sering disebut baju Sakera. Ia seorang buruh tebu di pabrik Gula Kancil Mas Bangil, Pasuruan. Katanya, pernah nyantri di Batu Ampar. Sistem kerja paksa yang diterapkan oleh Belanda, membuatnya memberontak dan melakukan perlawanan," ujarnya kepada NU Online, Kamis (17/8/2023) petang.


Berdasarkan kisah yang beredar di media, lanjutnya, Pak Sakera dikenal sakti, jago beladiri, dan sulit ditangkap oleh Belanda. Namun Pak Sakera tertangkap akibat tipu daya penjajah yang merayu dan membayar sahabat perguruannya untuk menyerang kelemahannya. 

 

Agar Sakera keluar dari persembunyiannya, Belanda menggelar tarian tayub dengan penari Samirah. Berhubung Sakera suka dengan tayub Samirah, ia keluar dari persembunyiannya. Di sanalah ia dikepung dan diringkus oleh teman seperguruannya.


"Alhasil, Sakera meninggal dunia di tiang gantungan setelah melaksanakan shalat sebagai permintaan terakhirnya," kata Moh Amin.


Ikat kepala
Jika penonton maupun hadirin terutama yang berasal dari Madura jeli, saat Riky memakai baju adat Madura di Istana Merdeka sebenarnya ada salah satu aksesoris yang kurang, yakni odheng atau ikat kepala yang berbahan dasar kain batik. Jenisnya pun beragam, serta ikatannya memiliki makna.


Pada odheng peredhan, pelintiran yang tegak lurus diartikan huruf alif. Sedangkan odheng tongkosan, simpul mati di bagian belakang menyerupai huruf alim lam (keesaan Allah).


Sedangkan kopiah panjang terbuat dari kain beludru yang dipakai Riky merupakan simbol kesalehan, karena notabene warga Madura berstatus santri. Sebagaimana menurut Syaikh Az-Zarnuji dalam kitab Ta’limul Muta’allim yang menekankan menutup kepala dalam kehidupan.


Seiring berkembangnya waktu, pesantren mewujudkannya sebagai ciri khas santri dan masyarakat, hingga akhirnya ditetapkan sebagai identitas nasional. Terbukti, seluruh tokoh agama dan nasional, seperti Bung Karno, tidak lepas dengan kopiah hitamnya saat membacakan teks proklamasi kemerdekaan.