Nasional

Minta Maaf, Prayitno Cabut Gugatan Katering Haji Rp1,1 M

Sel, 31 Oktober 2023 | 10:00 WIB

Minta Maaf, Prayitno Cabut Gugatan Katering Haji Rp1,1 M

Suasana persidangan saat Prayitno mencabut gugatannya kepada Kemenag terkait dengan layanan katering pada penyelenggaraan ibadah haji 1444 H/2023 M. (Foto: Istimewa)

Sidoarjo, NU Online

Jamaah haji asal Sidoarjo Prayitno mencabut gugatannya kepada Kementerian Agama terkait dengan layanan katering pada penyelenggaraan ibadah haji 1444 H/2023 M. Prayitno juga menyampaikan permohonan maaf dalam persidangan di Pengadilan Negeri Sidoarjo, Senin (23/10/2023).


Prayitno yang tergabung dalam kelompok terbang 17 Embarkasi Surabaya (SUB 17) berangkat pada 29 Mei 2023 dan tiba di tanah air pada 22 Juli 2023. Sepulang dari Tanah Suci, dia menggugat Menteri Agama, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, dan Kepala Kementerian Agama Kabupaten Sidoarjo sebesar Rp1,1 Miliar. Dia mendaftarkan gugatan tersebut ke Pengadilan Negeri Sidoarjo dan teregister dengan nomor perkara 250/Pdt.G/2023/PN Sda.


Prayitno mengajukan gugatan karena mengaku dirugikan atas pelayanan haji selama di Arab Saudi. Dia merasa tidak mendapatkan makan selama 11 kali, dengan rincian: selama tiga hari di Makkah tidak mendapat 9 kali makan, dan dua kali makan saat berada di Muzdalifah. Padahal sejak awal, Kemenag sudah menginformasikan bahwa sehari sebelum dan dua hari setelah puncak haji Arafah – Muzdalifah – Mina (Armuzna), layanan katering dihentikan sementara untuk seluruh jamaah haji Indonesia. Adapun di Muzdalifah memang tidak ada layanan katering. Jamaah dibekali snack berat saat akan berangkat dari Arafah menuju Muzdalifah.


Kuasa Hukum Kementerian Agama Taufik Hidayat menjelaskan sidang atas gugatan Prayitno di PN Sidoarjo sudah dilakukan beberapa kali. Sidang perdana digelar pada 5 September 2023 dengan agenda mediasi. Sidang kedua dilangsungkan satu pekan berikutnya, 12 September 2023. Pada sidang kedua, Prayitno menurunkan nilai gugatannya, dari semula Rp1,1 miliar menjadi Rp300 juta. Namun, para tergugat tidak mau memberikannya sehingga mediasi dinyatakan gagal.


Sidang selanjutnya memasuki pokok perkara dengan agenda Pembacaan Gugatan pada 2 Oktober 2023. Para tergugat diberi kesempatan menyampaikan eksepsi dan jawaban atas gugatan Prayitno.


"Kami sangat siap menghadapi gugatan ini. Apa yang dikatakan penggugat seperti dalam dalil-dalil gugatannya tersebut sama sekali tidak benar," jelas taufik dalam keterangan persnya yang diterima NU Online, (31/10/2023).


“Tiba-tiba pada Sabtu, 14 Oktober 2023, penggugat mencabut surat gugatannya di PN Sidoarjo. Dan atas hal tersebut kami sebagai kuasa hukum melaporkan hasil persidangan tersebut kepada para tergugat," sambungnya.


Para tergugat, kata Taufik, setuju dan menerima pencabutan gugatan Prayitno dengan syarat penggugat harus meminta maaf secara langsung di depan persidangan PN Sidoarjo. “Pada sidang Senin, 30 Oktober 2023, Prayinto menyatakan dengan sungguh-sungguh meminta maaf kepada Menteri Agama RI, Kepala Kemenag Jatim dan Kepala Kemenag Sidoarjo karena gugatan dan viralnya perkara ini," jelas Taufik.


"Karena penggugat sudah resmi mencabut gugatan perkara Nomor: 250/Pdt.G/2023/PN.Sda dan klien kami juga sudah memberikan persetujuan maka perkara sudah selesai alias closed case,” lanjutnya. 


Taufik menyesalkan langkah Prayitno yang menyebabkan masalah ini menjadi ramai dan viral. Taufik melihat sejak awal ada hal yang 'nyleneh' dalam gugatan Prayitno. Pasalnya, sebelum mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Sidoarjo, Prayitno terlebih dahulu menghubungi Kemenag Sidoarjo untuk meminta kompensasi jika tidak ingin digugat.


Kemenag Sidoarjo juga sudah mengundang Prayitno untuk bertemu dan memberikan penjelasan. Namun, Prayitno tetap dalam sikapnya, mengajukan gugatan perdata ke PN Sidoarjo lalu memviralkannya melalui media.


“Semoga hal ini menjadi pembelajaran untuk Prayitno dan siapa pun juga supaya lebih berhati-hati. Silakan berikan koreksi dan kontrol atas pelaksanaan haji yang diamanatkan undang-undang penyelenggaraannya oleh Kementerian Agama, akan tetapi semestinya kritik membangun dan dengan cara yang elegan, santun, bijak," pungkas Taufik.