Nasional

Minyak Goreng Mahal dan Langka, Masyarakat dan Pedagang Kecil Kian Menjerit

Jum, 18 Februari 2022 | 11:00 WIB

Minyak Goreng Mahal dan Langka, Masyarakat dan Pedagang Kecil Kian Menjerit

Karim menyayangkan sikap pemerintah yang tiba-tiba menetapkan HET untuk minyak goreng tanpa melihat kondisi pasar dan dibarengi pengawasan yang baik. (Foto: Antara)

Jakarta, NU Online

Harga tinggi dan langkanya minyak goreng di pasaran membuat masyarakat hingga pedagang kecil penjual makanan (gorengan) semakin menjerit.


Abdul Karim, salah seorang pedagang di pasar induk Simpang, Purwakarta, Jawa Barat mengatakan, masalah stok dan harga minyak goreng bukan hanya membuat konsumen pening. Pedagang pun mengaku dibuat pusing dan mau menangis.


“Pedagang juga pusing. Pasokan minyak goreng sampai sekarang masih terbatas bagi pedagang tradisional, sementara permintaan banyak,” keluh Karim saat dihubungi NU Online, Jumat (18/2/2022).


Disebutkan Karim, alokasi minyak goreng untuk pasar tradisional masih minim jika dibandingkan dengan ritel modern. Pasca-kenaikan harganya pedagang hanya mampu menyediakan stok minyak goreng selama dua hingga tiga hari.


“Pasokan barang terbatas itu masalah bagi kami. Sekalinya nemu hanya dikasih dua dus. Ya pusing juga kita jualnya,” ujar dia.


Alhasil, ia terpaksa menjual minyak goreng stok lama yang dibeli dengan harga tinggi, sehingga dijual di atas harga eceran tertinggi (HET) terbaru. Stoknya pun sudah semakin menipis.


“Ya mau gimana lagi, barangnya belum ada. Kalau pun ada itu enggak sampai ke kita distribusinya,” ujar Karim.


Karim menyayangkan sikap pemerintah yang tiba-tiba menetapkan HET untuk minyak goreng tanpa melihat kondisi pasar dan dibarengi pengawasan yang baik.


“Seharusnya pemerintah lihat dulu kondisi pasar, baru menentukan HET,” imbuh dia.

  
Keluhan lain disampaikan Enok (32), pedagang gorengan keliling. Dia mengeluh mahalnya harga minyak goreng di pasar. Harga jual minyak goreng kemasan di pasar mencapai Rp 38.000 per 2 liter, sedangkan minyak goreng curah Rp 18.000 per liter. 


Untuk mengatasinya, Enok terpaksa mengurangi jumlah makanan yang dijual. "Biasa untuk jualan seharinya itu saya pake 3 kilogram minyak goreng. Berhubung sekarang mahal saya kurangin jualannya,” kata Enok.


Meski harga minyak goreng naik, dia tetap menjual gorengan dengan harga normal. “Yang penting jualan lancar aja saya mah, daripada dinaikin gak ada yang beli,” terang dia.


Berbeda dengan Enok, Mak Tua (50), pedagang bakwan, tahu isi, dan risoles. Ia terpaksa menaikkan harga jualannya, semula Rp 1.000, namun semenjak harga minyak goreng melambung jadi Rp 1.250 per biji.


“Kita naikkan Rp 250, tapi ukurannya tetap sama,” kata dia.


Dia juga mengaku susah menemukan minyak goreng di pasar tradisional maupun di ritel modern. "Sering kosong, harganya juga enggak kira-kira. Di ritel modern selalu ngantri dan kalaupun dapat dijatah satu orang maksimal dua," keluhnya.


Padahal, setiap hari, Mak Tua membutuhkan sekitar 7-8 kilogram minyak goreng. Jika pembeli ramai, minyak goreng yang dibutuhkan bisa mencapai 10-12 kilogram.


Diberitakan sebelumnya, untuk merespons kenaikan harga minyak goreng, pada awal Januari 2022, pemerintah membuat kebijakan dengan menetapkan kebijakan subsidi minyak goreng. Namun, kebijakan ini malah membuat stok minyak goreng di pasaran semakin terbatas, bahkan langka. 


Pemerintah kemudian menerapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) per 1 Februari 2022.


Dalam kebijakan DMO, perusahaan minyak goreng wajib memasok minyak goreng sebesar 20 persen dari volume ekspor mereka. Kemudian dalam kebijakan DPO, pemerintah menetapkan harga CPO Rp 9.300 per kilogram.


Selanjutnya dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi (HET) Minyak Goreng Sawit juga dicantumkan HET minyak goreng curah Rp 11.500 per liter, minyak goreng kemasan sederhana Rp 13.500 per liter, dan minyak goreng kemasan premium Rp 14.000 per liter. Namun, HET tidak bisa sepenuhnya berjalan di lapangan lantaran langkanya minyak goreng.


Pewarta: Syifa Arrahmah

Editor: Fathoni Ahmad