Nasional

Munas NU 2017: Tanah Tidak Boleh Dimonopoli Kepemilikan dan Penggarapannya

Sel, 19 Februari 2019 | 03:15 WIB

Munas NU 2017: Tanah Tidak Boleh Dimonopoli Kepemilikan dan Penggarapannya

Ilustrasi (via Ujyaalo)

Jakarta, NU Online
Salah problem penting yang dibahas dalam perhelatan Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama pada 23-25 November 2017 di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) ialah persoalan redistribusi lahan atau tanah.

Inti dari distribusi lahan adalah terwujudnya keadilan bagi masyarakat dalam penguasaan, kepemilikan, dan pemanfaatan tanah serta sumber daya alam yang ada di dalamnya.

Problem tersebut dibahas dalam forum Bahtsul Masail Ad-Diniyah Al-Qanuniyyah. Terkait redistribusi tanah tersebut, Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PBNU KH Abdul Moqsith Ghazali menegaskan, salah satu hasil Munas NU 2017 adalah pentingnya redistribusi lahan agar tanah tak dikuasai oleh segelintir orang.

“Melalui Munas 2017, NU menyumbang advokasi moral teologis untuk mengambil jutaan hektar tanah yang dikuasai segelintir orang,” ujar Kiai Moqsith, Senin (18/2).

Berikut kesimpulan dan rekomendasi hasil Bahtsul Masail Munas Alim Ulama dan Konbes NU 2017 soal redistribusi lahan:

1. Tanah harus dikembalikan pada fungsi dasarnya sebagai alat produksi untuk kesejahteran rakyat secara adil dan merata. Dengan demikian, tanah tidak boleh dimonopoli kepemilikan dan penggarapannya, yang dapat mengakibatkan ketimpangan.

2. Perlu adanya payung hukum yang kuat dan komprehensif untuk menjamin kepastian hukum bagi kebijakan distribusi lahan melalui reformasi agraria secara fundamental dan menyeluruh. Pengaturan tentang distribusi lahan diintegrasikan ke dalam RUU Pertanahan.

3. Konglomerasi penguasaan lahan konsesi yang tidak proporsional harus diredistribusi melalui mekanisme hukum yang sah. Pemerintah berkewajiban menyiapkan kemampuan masyarakat dalam pengelolaan lahan hasil redistribusi tersebut.

4. Kebijakan reformasi agraria dan distribusi lahan untuk kesejahteraan dan keadilan bagi rakyat harus dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan, tidak bergantung pada kebijakan politik rezim kekuasaan yang berganti-ganti.

5. Proses dan mekanisme pelaksanaan reformasi agraria dan distribusi lahan harus transparan dan terbuka kepada publik, dapat dikontrol dan diawasi secara ketat oleh negara dan masyarakat.

NU menyoroti problem redistribusi lahan dengan menjelaskan tentang Latar Belakang Masalah, Kerangka konseptual, Landasan Yuridis Konstitusional, dan Landasan Keagamaan. Baca selengkapnya: Hasil Lengkap Munas NU soal Distribusi Lahan

(Fathoni)