Nasional SULUK MALEMAN

'Nyadong' Syafaat bagi Indonesia

Kam, 25 April 2019 | 22:30 WIB

Bertepatan dengan malam Nisfu Sya’ban, Sabtu (20/4) laluin, ngaji ngAllah Suluk Maleman mengangkat tema menarik Nyadong Syafa'at Kanjeng Nabi. Ini adalah edisi pengajian ke-88.

Menurut Anis Sholeh Ba'asyin, tema ini diangkat karena setidaknya ada sebagian masyarakat, atau bahkan sebagian besar masyarakat, yang khawatir dan takut bila eskalasi politik yang memanas pasca pilpres berkembang ke arah yang tak terkendali. Bila tak terkelola, pertarungan politik yang semula berkembang di tingkat elite, bisa melebar menjadi tubrukan antar rakyat secara horizontal.

Anis menganalogikan ketakutan masyarakat ini dengan ketakutan sahabat Nabi, Abubakar Ra saat bersembunyi bersama Nabi dari kejaran kafir Quraisy di Gua Tsur. Abubakar sangat takut atas keselamatan Nabi, karena para pengejar sudah berada di mulut gua, bahkan sudah terlihat kakinya; sementara penghalang mereka hanyalah sarang laba-laba, dua ekor burung dara yang sedang mengeram dan dahan-dahan pohon.

Melihat ketakutan sahabatnya, Rasulullah mengatakan, "Jangan bersedih, Allah bersamaku." Seperti diungkap oleh Al-Qur'an, penegasan Rasulullah inilah yang menjadi kunci diturunkannya ketenangan (sakinah) dari Allah dan bala bantuan berupa tentara yang tak terlihat mata, yang kemudian terbukti tidak saja menyebabkan mereka selamat dari ancaman ketakutan, tapi juga membuat mereka menang.

Maka menurut Anis, dalam kondisi takut dan khawatir sekarang ini, ada dua pilihan sikap yang bisa kita ambil. Pertama, mengambil sikap seperti Rasulullah waktu itu, dengan menegaskan keyakinan: "Jangan bersedih, Allah bersama kita." Dan kedua, marilah kita 'datangi' Rasulullah, dan seperti Abubakar, kita keluhkan ketakutan kita, agar beliau sudi mensyafaati kita semua.

"Yang paling baik, keduanya kita lakukan bersamaan. Sehingga melalui syafaatnya, pertolongan Allah turun, membuat kita tenang sekaligus menyelamatkan kita semua dari perpecahan yang mengancam di depan mata," jelas Anis. 

Abdul Jalil dari Kudus, menambahi penjelasan Anis tersebut dengan mengatakan bahwa untuk mendapat syafaat seseorang harus mampu mengakui keberadaan Allah secara tulus dengan hati dan jiwanya. Syafaat akan berlaku bagi orang yang hati dan jiwanya berikrar tentang Ketuhanan.

"Jadi harus ada keutuhan antara fisik, hati, akal dan roh yang sama sama berikrar. Yang seringkali terjadi dalam hati telah tulus namun tidak tertransformasi nafs. Seperti seorang koruptor tentu tahu kalau korupsi itu tidak baik tapi tetap dilakukan,” ujarnya.

Dia pun menyebut jika syafaat tentunya pasti muncul manakala hati dan jiwanya kembali. Namun manusia seharusnya dapat menyiapkan wadah atau tempatnya terlebih dahulu. "Seperti kopi baru bisa dinikmati jika ada gelasnya," tambahnya.

Syafaat itu sendiri menurut Abdul Jalil secara bahasa  artinya adalah melengkapi atau menggenapi. Artinya ia berfungi untuk melengkapi atau menggenapi apa yang telah dicapai manusia, tapi capaian tersebut dianggap belum sesuai standar yang ditentukan.

Anis Sholeh Baasyin, kembali menambahi agar umat senantiasa terus bergerak tanpa perlu harus menunggu sesuatu. Terutama dalam senantiasa mengingat Allah.

"Kalau keyakinan sudah dipegang tanpa sedikitpun keraguan hidup tentu akan beres. Akan dibimbing melalui semesta dan yang ada didalam diri sendiri. Bukankah Tuhan lebih dekat dari urat leher, kenapa harus khawatir,” terangnya.

Bahkan saat tidak mengetahui pun, apalagi pada dasarnya manusia memang tidak tahu, maka dengan keyakinan manusia akan diberitahu melalui berbagai jalan. Ini berlaku selama keyakinan itu dapat dijaga. Hanya seringkali justru keyakinan manusia tersebut dihalang-halangi dengan keraguan oleh pikirannya sendiri. Banyak ketakutan-ketakutan yang dimunculkannya sendiri.

"Selain jangan ragu, yang perlu diingat yakni jangan pernah sombong. Seringkali yang membuat celaka adalah kesombongan itu sendiri. Merasa diri kotor itu lebih baik daripada merasa paling jernih sendiri," terangnya.

Sujiwo Tedjo, budayawan yang turut hadir pun turut memberikan cerita terkait cerita di dunia perwayangan. Presiden Jancukers itu menyebut ada kepercayaan dalam dunia wayang tentang bagaimana bertapa dengan jalan mendiamkan ujung lidah.

"Diamnya ujung lidah itu diharapkan untuk meminimalisir lisan dan mengolah apa yang ada di jiwa. Dalam yoga sendiri ada tekhnik dimana untuk pikiran pun ada kalanya harus berhenti dari aktivitas mengingat, menamai dan diheningkan," ujarnya. 

Semua itu dilakukan agar pengolahan yang ada di dalam diri dan jiwa manusia bisa semakin dimaksimalkan. Menurut Sujiwo Tejo, dalam khasanah Jawa juga disebut adanya mata ketiga pada diri manusia. Mata itulah yang bertugas untuk melihat ke dalam diri manusia.

"Kalau dirasakan, itulah sebabnya tidak ada alasan untuk saling berjarak dan tidak bersyukur. Sekalipun dari luar terlihat tidak memiliki apa-apa. Kedekatan dengan Tuhan inilah yang harus dipertahankan jangan justru dijauhkan sendiri," ujar cerpenis Budi Maryono menambahi semua penjelasan sebelumnya.

Dalam kegiatan yang digelar di Rumah Adab Indonesia Mulia tersebut, Sujiwo Tedjo pun sempat membawakan lagu ciptaannya. Suasana juga kian meriah saat Sampak GusUran turut mengiringi dan memainkan sejumlah lagu untuk menghibur lebih dari seribu masyarakat yang hadir. (Red: Kendi Setiawan)