Nasional

Panduan Melaksanakan Shalat Tarawih Cepat

Rab, 29 Maret 2023 | 16:45 WIB

Panduan Melaksanakan Shalat Tarawih Cepat

Ilustrasi shalat tarawih. (Foto: Freppik)

Jakarta, NU Online

Saban Ramadhan tiba, umat Islam disunnahkan untuk menjalankan shalat tarawih di malam hari. Di sebagian wilayah Indonesia, tak jarang ditemukan pelaksanaan tarawih dengan jumlah rakat 20 rakaat dan dilakukan secepat kilat. Pelaksanaan shalat tarawih cepat ini pun menuai pro-kontra. 


Pengasuh Majelis Taklim Syubbanul Muttaqin, Sukanagara, Cianjur, Jawa Barat Ustadz M Tatam dalam artikel di NU Online berjudul Ketentuan Shalat Tarawih Cepat dalam Kajian Fiqih memberikan beberapa hal yang perlu diperhatikan bagi orang yang hendak melaksanakan shalat tarawih dengan cepat. 


Di antara ketentuan itu adalah dengan membaca tiap ayat secara tartil dan menjaga thuma’ninah atau sikap diam sebentar antar-satu gerakan ke gerakan lain. Berikut hal-hal yang harus diperhatikan saat ingin melaksanakan shalat tarawih cepat. 


Imam An-Nawawi dalam Syarhul Muhadzdzab menegaskan bahwa para ulama sepakat memakruhkan pembacaan ayat Al-Qur’an dengan cepat. Status makruh ini bacaannya masih benar, tidak keluar dari ketentuan tajwid, dan tidak merusak makna, tetapi dilakukan agak cepat. Sementara bacaan cepat yang sudah keluar dari ketentuan tajwid, banyak bacaan yang cacat dan sampai merusak makna, boleh jadi bukan makruh lagi, melainkan sudah berdosa.


Kemudian terkait thuma’ninah dijelaskan pula di dalam kitab Ikhtilafu A’immatil Ulama. Di kitab ini dijelaskan bahwa jumhur ulama dari kalangan mazhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali sepakat mewajibkan thuma’ninah dalam shalat, terutama saat rukuk dan sujud. Hukum thuma’ninah sendiri adalah fardhu seperti kewajiban rukuk dan sujud. 


Bahkan sebagian ulama Syafi‘i menjadikan thuma’nihah sebagai rukun shalat tersendiri. Sementara menurut mazhab Hanafi, kecuali Syekh Abu Yusuf, hukum thuma’ninah adalah sunnah. Ini artinya, dalam pandangan mazhab Hanafi, shalat tetap sah walau tanpa thuma’ninah.


Thuma’ninah berarti tenang dan diam seluruh anggota tubuh sekurang-kurangnya selama satu kali bacaan tasbih. Dalil wajibnya thuma’ninah menurut mazhab Maliki, Syafi‘i, dan Hanbali adalah hadits Rasulullah dalam riwayat Al-Bukhari nomor 6251 dari Abu Hurairah RA.


“Jika engkau menunaikan shalat, maka sempurnakanlah wudhu, lalu menghadap kiblat dan mengucap takbir. Lalu bacalah ayat Al-Qur’an yang menurutmu mudah (Al-Fatihah dan surat). Lalu rukuklah hingga rukuk dengan thuma’ninah. Lantas angkatlah kepala hingga berdiri dengan tegak. Lalu sujudlah hingga sujud dengan thuma’ninah.  Lalu bangkitlah hingga duduk dengan thuma’ninah. Lalu sujud kembali hingga sujud dengan thuma’ninah. Lalu bangkitlah hingga duduk dengan thuma’ninah. Kemudian, lakukanlah semua itu dalam seluruh shalatmu.”


Dengan demikian, berikut ini adalah ketentuan yang harus diperhatikan ketika seseorang ingin melaksanakan shalat tarawih secara cepat:

 
  1. Perhatikan bacaan Al-Qur’an, terutama yang rukun (surat Al-Fatihah). Jika berjamaah, imam tetap harus memperhatikan kaidah tajwid. Karena imam bertanggung jawab atas bacaan makmum yang kurang. 
  2. Saat makmum khawatir tak sempat menyelesaikan bacaan Al-Fatihah setelah imam membacanya, maka makmum bisa mengawali bacaan Al-Fatihah sesaat setelah imam memulai. Cara ini bisa membuat lebih leluasa dan mampu menjaga bacaan sesuai tajwid.  Di pengujung bacaan Al-Fatihah imam, makmum menyelinginya dengan bacaan amin, lalu melanjutkan sisa bacaannya. 
  3. Upayakan menyempatkan diri untuk thuma’ninah dalam setiap rukun, terutama rukuk dan sujud, sekurang-kurangnya selama satu kali bacaan tasbih (subhanallah). Semua anggota tubuh diam. Kalau tidak bisa thuma’ninah maka lebih baik bertaqlid kepada Imam Abu Hanifah yang memandang thuma’ninah sebagai sunnah. 
  4. Jika masih memungkinkan untuk mengambil jumlah rakaat tarawih yang banyak, seperti yang 20 rakaat, dengan tetap memelihara bacaan dan thuma’ninah, maka lakukanlah. Jika tidak, maka pilih jumlah rakaat yang lebih sedikit, seperti yang 8 rakaat. Tujuannya agar lebih mampu menjaga bacaan, thuma’ninah, ketenangan, dan kekhusyuan shalat.   
  5. Sebagaimana namanya, shalat tarawih artinya shalat yang tenang. Maka raihlah ketenangan dalam shalat, sebagaimana pesan Nabi pada Bilal bin Rabah. Yang tak kalah penting, intisari dari shalat adalah kekhusyukan dan taqarrub (mendekat) kepada Allah. 


Namun, Ustadz M Tatam, di dalam tulisannya itu menyebutkan bahwa kekhusyukan shalat akan sulit diraih bilamana dilakukan terburu-buru. Imam Al-Ghazali pernah berkata, orang yang shalat tanpa khusyuk dan kehadiran hati, bagaikan mempersembahkan hewan besar kepada sang raja namun hewan itu sudah jadi bangkai. 

 

Pewarta: Aru Lego Triono

Editor: Fathoni Ahmad