Kota Banjar, NU Online
Provinsi Papua merupakan daerah pegunungan yang terletak diujung utara kepulauan Indonesia. Bukan
sekadar onggokan gunung yang berjejer secara sporadis, tapi kondisi sosial masyarakatnya juga tergolong
‘liar’. Berita-berita tentang kasus penembakan yang tak jarang memakan korban warga sipil, menjadi bukti
betapa tidak gampang menaklukkan wilayah Papua.
Namun hal tersebut diabaikan oleh tokoh-tokoh NU. Salah satu orang yang merintis NU di Papua adalah
Muhammad Thoif. Pria asli Indramayu, Jawa Barat ini cukup berjasa dalam mengembangkan NU di daerah
kaya tambang emas itu.
“Saya masuk Jayapura (ibu kota Papua) tahun 1997 untuk bekerja sebagai guru,” tukasnya kepada NU Online
di sela-sela pembukaan Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Munas-Konbes NU)
2019 di Pesantren Miftahul Huda Al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat, Rabu (26/2).
Selain mengajar, Thoif, sapaan akrabnya, juga ‘berkarir’ di NU. Ia sudah merasakan berbagai posisi di
struktural NU, hingga akhirnya menjadi Sekretaris PWNU Papua.
Menurutnya, tidak gampang untuk mengembangkan NU di Papua. Selain terkendala oleh letak geografisnya
yang susah, budaya dan kondisi sosial masyarakatnya juga kurang bersahabat.
"Warga asli Papua sebenarnya mudah kita masuki, tapi budaya mereka masih sangat primitif sehingga
kami tidak leluasa untuk menyampaikan dakwah kalau tidak punya ‘bekal’ yang cukup,” lanjutnya.
Kendati demikian, Thoif mengaku bersyukur dirinya bersama Ketua PWNU Papua, Tony Victor Mandawiri
Wanggai dan pengurus yang lain bisa menuntaskan pembentukan Pengurus Cabang NU di seluruh Papua.
Dan yang membanggakan sebagian banyak pengurusnya adalah warga asli Papua. Semuanya ada 29 PCNU.
Enam diantaranya terletak di daerah pegunungan.
“Yaitu Jayawijaya, Puncakjaya, Tolikara, Nduga, Pegunungan Bintang, dan Intan Jaya. Daerah-daerah itu
sangat sulit dilalui karena tidak ada fasilitas jalan yang memadai,” urai Thoif.
Diakui Thoif, saat ini 29 PCNU itu menggelar kegiatan secara berkala. Sedangkan untuk kegiatan-kegiatan
seperti lailatul ijtima, rutin dilaksanakan meskipun pengikutnya tak banyak. Sebuah langkah maju, dan ini
menjadi awal yang baik bagi tersebarnya ajaran Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) di bumi Cenderawasih tersebut.
(Aryudi AR).