Jaakrta, NU Online
Penyair dan pelukis Acep Zamzam Noor mengatakan, dalam sepuluh tahun terakhir, pembacaan puisi bertajuk “Doa untuk Palestina, merupakan fenomena baru. Karena, menurut dia, sudah cukup lama tak ada pembacaan puisi yang dihadiri penonton dengan sangat bergairah.
“Sampai tidak tertampung. Ini luar biasa menurut saya,” katanya selepas penampilannya pada acara yang diinisiasi Mustasyar PBNU KH Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) yang diselenggarakan para santri.
Dan yang menarik, menurut putra sulung Rais ‘Aam PBNU 1994-1999 KH Ilyas Ruhiat, ini adalah kehadiran para santri dari berbagai daerah ke Graha Bhakti Budaya ke Taman Ismail Marzuki pada Kamis malam (24/8).
“Para santri yang hadir dan membludak di TIM, adalah sesuatu yang jarang terjadi. Dari Cirebon, Tasikmalaya, banyak yang hadir ini,” katanya.
Penyair lain, yang dikenal dengan kumpulan puisinya Di Bawah Kibaran Sarung Joko Pinurbo berpendapat sama. Ia menilai “Doa untuk Palsetina” adalah sesuatu yang menakjubkan.
“Mungkin dalam sekian tahun terakhir, ini acara pembacaan puisi yang paling banyak diminati. Penontonnya sampai membludak di luar, sebagian tidak bisa masuk. Ini mungkin sudah lama sekali. Sejak era WSRendra, itu belum pernah ada acara pembacaan puisi yang dihadiri sebegitu banyak orang,” jelasn pria yang namanya sering dipendekkan menjadi Jokpin.
Pendapat dua penyair itu diamini pengamat sastra dari Universitas Indonesia, Maman S. Mahayana, yang juga hadir malam itu. Menurut dia, dalam sepuluh tahun terakhir ini memang tidak ada acara pembacaan puisi yang dihadiri banyak penonton.
“Hari Puisi memang penuh, tapi tidak sampai buka layar di luar. Ini mungkin karena kerinduan juga kepada penyair-penyair besar, yang kemudian berempati kepada Palestina. Ini momentumnya tepat, suasana Palestina yang membuat kita semua prihatin. Dan tampilnya, penyair-penyair,” terangnya. (Abdullah Alawi)