Nasional

PBNU Dengar Masukan Organisasi Masyarakat Terkait UU Cipta Kerja

Kam, 26 November 2020 | 03:00 WIB

PBNU Dengar Masukan Organisasi Masyarakat Terkait UU Cipta Kerja

PBNU menyayangkan dan menolak proses legislasi UU Cipta Kerja yang terburu-buru, tertutup, dan enggan membuka diri terhadap aspirasi publik.

Jakarta, NU Online
Perwakilan sejumlah organisasi masyarakat sipil (OMS) mengikuti pertemuan di Cikini, Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (25/11) siang. Mereka merumuskan masukan terkait isu-isu yang urgen dan relevan sebagai basis pertimbangan PBNU dalam mengadvokasi warga negara terdampak oleh pemberlakuan UU Cipta Kerja.


Direktur NU Online Savic Ali dalam pembukaan forum menyampaikan bahwa pihaknya ingin lebih banyak mendengar perspektif organisasi masyarakat sipil terkait Omibus Law atau UU Cipta Kerja.


“Di PBNU harus diakui belum ada tim yang secara khusus mengkaji secara keseluruhan Omibus Law atau UU Cipta Kerja ini. PBNU justru mungkin butuh masukan sehingga perspektifnya lebih lengkap, lebih detail, sehingga nanti kalau memberi pernyataan publik. Itu mungkin lebih baik dan lebih sesuai dengan apa yang juga menjadi concern teman-teman,” kata Savic.


Adapun Presiden mengesahkan Undang-undang Cipta Kerja dalam lembaran negara UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada 2 November 2020 sebagai tindak lanjut atas putusan paripurna DPR yang sebelumnya menyetujui UU Omnibus Law.


Presiden dan DPR sudah sejak awal menerima protes masyarakat terkait UU ini. Putusan Presiden dan DPR terkait UU Cipta Kerja ini ditolak kelompok buruh, sejumlah organisasi masyarakat sipil, akademisi, termasuk dua ormas Islam terbesar, Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama.


Setelah 3 hari UU disahkan, PBNU menyatakan kekecewaannya. PBNU menolak proses legislasi UU Cipta Kerja yang terburu-buru, tertutup, dan enggan membuka diri terhadap aspirasi publik. PBNU menganggap proses legislasi UU Cipta Kerja yang meliputi 76 UU untuk mengatur bidang yang sangat luas membutuhkan kesabaran, ketelitian, kehati-hatian, dan partisipasi luas para pemangku kepentingan.


PBNU menilai, pemaksaan pengesahan UU Cipta Kerja oleh Pemerintah dan DPR di tengah suasana pandemi yang menimbulkan gelombang penolakan publik merupakan bentuk praktik kenegaraan yang buruk.


“(Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj) tone-nya cenderung negatif terhadap UU Cipta Kerja ya. Ya jadi memang kita diskusikan di grup bahwa memang lebih banyak berita negatif tentang Omnibus Law,” kata Abi S Nugroho yang menjadi fasilitator pertemuan ini.


Kepada peserta pertemuan, ia menambahkan, intinya PBNU membuka kesempatan bagi organisasi masyarakat guna menjaring masukan dan melibatkan kelompok masyarakat dari berbagai bidang dan isu antara lain agraria hingga sumber daya alam guna memperkuat basis argumentasi sehingga ada tindak lanjut langkah dalam mengawal dan mengkritisi kebijakan UU Cipta Kerja.

 

"Respons PBNU dalam menyikapi UU Cipta Kerja cukup elegan dan ditempuh melalui jalur konstitusional," kata Abi.


Pertemuan ini bertujuan untuk merumuskan langkah-langkah advokasi oleh PBNU terkait kebijakan UU Cipta Kerja. Forum ini mencoba untuk memetakan sejumlah isu krusial, perubahan norma, dan dampak terhadap warga negara yang berpotensi mengalami marjinalisasi serta dampak kerugian negara akibat diberlakukannya UU Cipta Kerja.


Pada pertemuan ini, peserta merumuskan rekomendasi sebagai masukan yang relevan kepada PBNU sebagai basis pertimbangan dalam mengadvokasi warga negara terdampak oleh pemberlakuan UU Cipta Kerja. 


Peserta aktif forum ini berasal dari perwakilan FNKSDA (Front Nahdliyyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam), Greenpeace Indonesia, Halal Institute, HRWG (Human Right Working Group), ICEL (Indonesian Center for Environmental Law), Kemitraan, KIARA (Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan), KPA (Konsorsium Pembaharuan Agraria), P3M (Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat), SPI (Serikat Petani Indonesia), WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), dan YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia).


Pewarta: Alhafiz Kurniawan
Editor: Kendi Setiawan