Nasional

Pejudo Berjilbab Diperbolehkan Bertanding: Pengalaman Olimpiade London 2012

Sel, 9 Oktober 2018 | 01:45 WIB

Pejudo Berjilbab Diperbolehkan Bertanding: Pengalaman Olimpiade London 2012

Wojdan Shaherkani (Foto: Reuters)

Jakarta, NU Online
Alasan keselamatan sebagai aturan pokok International Judo Federation (IJF) dan International Blind Sport Federation mewajibkan atlet bertanding tanpa penutup kepala. Jilbab berpotensi dimanfaatkan lawan untuk mencekik leher dan berakibat fatal bagi atletnya.

Regulasi tersebut yang membuat atlet blin judo putri Indonesia, Miftahul Jannah (21) terdiskualifikasi pada ajang Asian Para Games 2018. Peristiwa tersebut terjadi Senin (8/10) saat dirinya akan bertanding melawan pejudo wakil Mongolia Oyun Gantulga di JIExpo Kemayoran Jakarta pada kelas 52 kg.

Sebenarnya apa yang dialami Miftahul Jannah bukan kali ini saja terjadi, tapi juga pernah dialami atlet judo Arab Saudi, Wojdan Ali Seraj Abdulrahim Shaherkhani.

Shaherkani yang ditunjuk mewakili Kerajaan Arab di Olimpiade London 2012, nyaris saja tak bisa bertanding karena terbentur aturan keselamatan atlet judo. Padahal dia datang ke kejuaran musim panas itu dengan undangan khusus dari Komite Olimpiade Internasional (IOC). Karena saat itu tak ada kompetisi judo yang digelar di Arab.

Dilansir situs Viva Shaherkani ketika itu masih memegang sabuk biru. Sedangkan seluruh calon lawannya di Olimpiade London bersabuk hitam. Untuk mendatangkan Shaherkani bertanding di Olimpade London bukan perkara mudah. Karena ada beberapa syarat yang diajukan Komite Olahraga Arab ke IOC, untuk bisa mengikutsertakan warganya di Olimpiade itu.

Syarat itu di antaranya, selama di London, panitia tidak boleh menyatukan Shaherkani dengan atlet pria. Selama bertanding, Shaherkani diwajibkan memakai pakaian sopan sesuai hukum Islam. Namun, pada 30 Juli 2012, ternyata Shaherkani baru sadar ada regulasi tentang pakaian atlet judo. Salah satunya tidak memperbolehkan memakai jilbab seperti yang dikenakan wanita Arab.

Ketika itu juga Shaherkani memutuskan untuk mundur dari Olimpiade London, jika dirinya dipaksa bertanding tanpa jilbab. Kondisi saat itu semakin tak menentu hingga akhirnya ayah Shaherkani berbicara langsung pada penyelenggara Olimpiade, bahwa putrinya ingin mencetak sejarah baru bagi wanita Arab, bisa bertanding di ajang kejuaraan dunia dengan pakaian sopan seperti diatur hukum Islam.

Dilansir situs Kompas, pada 31 Juli 2012, IOC dan Federasi Judo Internasional akhirnya sepakat mengizinkan Shaherkani bertanding mengenakan jilbab di arena Olimpiade London 2012. Langkah kompromi itu diambil, Selasa (31/7/2012) silam setelah melalui pembicaraan beberapa hari antara Federasi Judo Internasional (IJF) dan Komite Olimpiade Arab Saudi yang dimediasi Komite Olimpiade Internasional (IOC). 

IJF semula dengan tegas melarang Shaherkhani tampil dengan memakai jilbab karena hal itu dianggap bertentangan dengan prinsip-prinsip dan aturan judo serta dinilai mengancam keselamatan atlet. Dengan keputusan tersebut, Shaherkhani bisa tampil pada kelas berat, Jumat mendatang. Kompromi itu dicapai demi mempertimbangkan "sensitivitas budaya" Kerajaan Arab Saudi.

"Mereka telah menemukan solusi yang memuaskan kedua pihak serta pihak-pihak yang terkait. Atlet tersebut (Shaherkhani) akan bisa bertanding," kata Mark Adams, juru bicara IOC.   

Kesepakatan tersebut diumumkan dalam pernyataan bersama antara IJF dan Komite Olimpiade Arab Saudi. "Bersama IOC, telah dicapai kesepakatan oleh semua pihak. Solusi yang telah dicapai akan menjamin keseimbangan yang bagus antara pertimbangan keselamatan dan budaya," demikian antara lain bunyi pernyataan tersebut.

Hanya saja demi keselamatan nyawanya, disepakati Shaherkani harus mengubah desain jilbab jadi yang lebih aman, dengan ketentuan penutup kepalanya harus ketat dari desain jilbab pada umumnya. Dan kain jilbab tidak mengitari leher dan di bawah dagu. Sebab bisa menyebabkan atlet tercekik lawan saat bertanding.

Dengan kesepakatan itu, pihak Shaherkani akhirnya membuat desain baru jilbab sesuai ketentuan dan Shaherkani bisa bertanding. Dan pada 3 Agustus 2012, Shaherkani memulai laga perdana internasional di babak penyisihan atau babak 32.

Saat itu dia mengenakan jilbab desain baru yang aman untuk judoka, yang dipakainya berwarna putih. Sayangnya, di pertanding bersejarah itu, Shaherkani kalah lawan judoka Puerto Rico, Melissa Mojica dengan waktu sangat cepat, selama 28 detik.

Usai bertanding, Shaherkani menyatakan rasa harunya atas kemudahan yang diberikan IOC dan Federasi Judo Internasional, hingga akhirnya di dapat membuktikan pada dunia dan wanita di negaranya, bahwa jilbab bukan halangan untuk olahraga berat.

Sementara itu, situs The Guardian melansir bahwa baru pertama kali Arab Saudi mengirim atlet perempuan (dua orang) ke olimpiade, yaitu di Olimpiade London 2012. Dalam ajang tersebut, dua atlet putri Arab Saudi itu tetap diwajibkan mematuhi ajaran Islam, termasuk tetap memakai jilbab saat berlaga.

IOC sendiri tidak mau kehilangan momentum sejarah untuk menempatkan atlet putri asal Arab Saudi untuk tampil pertama kali di ajang pesta olahraga dunia olimpiade.

Di Asia sendiri, Federasi Judo Asia sebenarnya telah membolehkan para pejudo putri asal negara-negara Islam untuk memakai jilbab pada ajang turnamen utama. Namun sejak 2012 itu, IJF secara resmi melarang pemakaian jilbab atau penutup kepala untuk atlet judo murni karena alasan keselamatan atlet.

"Hal yang perlu ditekankan adalah juri bukan tidak memperbolehkan kaum Muslim untuk ikut pertandingan. Aturan internasional mulai 2012, setiap atlet yang bertanding pada cabang judo tidak boleh berjilbab karena dalam pertandingan judo ada teknik bawah dan jilbab akan mengganggu," ujar penanggung jawab pertandingan judo Asian Para Games 2018 Ahmad Bahar, Senin (8/10) dilansir Antara. (Fathoni)