Pelajaran Penting dari Moto GP Menurut Ketua PBNU
NU Online · Ahad, 28 April 2019 | 22:03 WIB
Adu balap Motor GP menampilkan saling salip-menyalip antarpembalap di tikungan. Jarang sekali terjadi prosesl menyalip di trek lurus. Hal tersebut memberikan pelajaran penting bagi Mohammad Nuh, Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
“Pada saat jalan lurus gak pernah ada yang nyalip. Siapa yang di depan, dia tetap akan di depan. Tetapi di tikungan, di situlah terjadinya salip-salipan,” kata M Nuh saat menjadi narasumber pada Seminar Internasional dalam rangka Konferensi Cabang IV Pengurus Cabang Istimewa Nahdlatul Ulama (PCINU) Jerman di Kantor Kedutaan Besar Republik Indonesia (TBC) Lehrter STR, 16-17, 10577 Berlin, Jerman, Sabtu (27/4) sore.
Nuh mengungkapkan bahwa peristiwa salip-menyalip di tikungan itu terjadi karena adanya perubahan. Ia melihat setidaknya ada dua perubahan dalam tikungan tersebut.
Pertama, perubahan arah, dari perjalanan lurus menjadi belok. Jika pembalap tetap menjalankan kendaraannya lurus, maka yang ada ia akan terjungkal. “Harus berubah, belok,” katanya.
Perubahan kedua, menurutnya, adalah perubahan kecepatan. Saat lurus, pembalap bisa mengatur kecepatannya dalam posisi yang tinggi. Namun saat ia menemui tikungan, tentu akan secara otomatis ia menurunkan kecepatannya.
“Yang tadinya lurus 200 km, itu diturunkan. Gak mungkin 200 km, (di) belokan tetap (200 km),” ujarnya.
Oleh karena itu, Nuh menegaskan bahwa siapa yang mampu memanfaatkan perubahan dengan baik, dialah yang mampu menyalip. “Pada saat perubahan itulah, siapa yang bisa memanfaatkan perubahan atau siapa yang mampu menciptakan perubahan dia nyalip,” ucap Menteri Pendidikan Nasional 2009-2014 itu.
Jika tidak dilakukan perubahan dalam kondisi tersebut, tentu tidak perlu berharap akan mampu berada di posisi terdepan dengan menyalip para pesaingnya. “Kalau gak mau berubah, gak bisa nyalip,” tegasnya.
Oleh karena itu, Ketua Badan Wakaf Indonesia itu menegaskan keyakinan bangsa Indonesia akan menjadi negara maju menjadi kekuatan, meskipun Indonesia masih kalah dengan negara-negara maju saat ini.
“Kami punya keyakinan, insyaallah 2045 kita akan nyalip. Dan itu mesinnya ada di panjenengan. 30 tahun lagi kan panjenengan yang pimpin,” katanya kepada peserta yang hadir.
Hal tersebut, menurutnya, berlaku rumus harapan atau permintaan yang kuat, tentu akan melahirkan upaya yang kuat pula. Sebaliknya, jika harapan saja rendah, tentu tidak akan ada upaya keras untuk meraih hal tersebut.
“Kalau demand (permintaan) kita tinggi maka effort (upaya) kita juga tinggi. Kalau harus, maka kita akan ikhtiar,” pungkas guru besar Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya (ITS) itu.
Kegiatan seminar bertema Pemberdayaan Potensi Ekonomi Masyarakat melalui Wakaf serta Pengelolaan Perguruan Tinggi Berbasis Santri untuk Kemajuan Bangsa dan Negara itu juga menghadirkan Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya (Unusa) Achmad Jazidie dan Wakil Rektor 1 Unusa Kacung Marijan. (Syakir NF/Muhammad Faizin)
Terpopuler
1
Mulai Agustus, PBNU dan BGN Realisasikan Program MBG di Pesantren
2
Mendaki Puncak Jabal Nur, Napak Tilas Kanjeng Nabi di Gua Hira
3
40 Hari Wafat Gus Alam, KH Said Aqil Siroj: Pesantren Harus Tetap Hidup!
4
Waktu Terbaik untuk Resepsi Pernikahan menurut Islam
5
Zaman Kegaduhan, Rais Aam PBNU Ingatkan Umat Islam Ikuti Ulama yang Istiqamah
6
PBNU Tata Ulang Aset Nahdlatul Ulama Mulai dari Sekolah, Rumah Sakit, hingga Saham
Terkini
Lihat Semua