Nasional

Pemerintah Didorong Petakan Kembali Jumlah Mata Pelajaran di Sekolah

Sen, 25 November 2019 | 15:00 WIB

Jakarta,  NU Online
Paguyuban Tenaga Pendidik (PTP) DKI Jakarta mendorong pemerintah untuk mengurangi mata pelajaran di Sekolah.  Banyaknya mata pelajaran yang harus dikuasai siswa dinilai hanya akan membebani siswa.
 
Koordinator PTP DKI Jakarta Sayyidina Ali mengatakan selama ini peserta didik di Sekolah hanya mengenal pengantar-pengantar materi dari mata pelajaran. Isi kandungan materi di mata pelajaran tersebut tidak terserap dengan maksimal.  Untuk itu harus ada pemetaan ulang. Ia menduga minimnya penguasaan siswa terhadap semua mata pelajaran disebabkan oleh banyaknya mata pelajaran.
 
"Saya bisa bandingkan dengan negara-negara lain yang memang tidak memiliki banyak mata pelajaran sebanyak di Indonesia. Seperti di Amerika di Australia.  Mereka terlihat lebih menguasai mata pelajaran. Sekolah di sana juga melahirkan lulusan yang handal dalam bidang ilmu pengetahuan tertentu," kata Ali kepada NU Online, Senin (25/11) sore.
 
Ia menjelaskan bahwa yang harus dipertahankan oleh pemerintah adalah mata pelajaran Bahasa, IPA, IPS, Matematika, Agama, Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Selebihnya kata dia masyarakat bisa mempelajarinya di lembaga pendidikan non formal.
 
"Saya sangat yakin mengapa di Indonesia tidak banyak melahirkan spesialis karena kita terlalu banyak pelajaran yang harus dikuasai siswa," ujarnya.
 
Ia berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang baru dilantik bisa memformulasikan kurikulum pendidikan berdasarkan UU Pendidikan Nasional yang berlaku. Artinya tidak harus mengubah kurikulum yang ada.  Ia meyakini mutu pendidikan bisa meningkat jika mata pelajaran di kelas disederhanakan.
 
Selanjutnya, untuk memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia, Ali menyarankan agar pemerintah terus melibatkan pakar-pakar pendidikan.  Sejauh ini banyak guru-guru besar bidang pendidikan dasar tidak secara penuh dilibatkan sehingga masalah-masalah selalu muncul.
 
Kontributor: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Muhammad Faizin