Jakarta, NU OnlineÂ
Indonesia perlu pemimpin inisiatif regional di ASEAN dan untuk jangka panjang Indonesia sendiri. ASEAN yang saat ini berusia 50 tahun harus betul-betul peduli pada HAM.Â
Demikian disampaikan Dosen Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Dinna Wisnu saat menjadi pembicara pada acara diskusi di Griya Gus Dur, Jakarta Pusat pekan lalu.Â
Ia mendorong kepada ASEAN karena pembentukan piagam ASEAN adalah keyakinan bahwa ASEAN peduli pada people center, people oriented organisation.
"Jadi manusia adalah esensi dasar dari komunitas di ASEAN," katanya.Â
Menurutnya, tidak relevan bicara prinsip non-intervensi yang oleh sejumlah negara anggota ASEAN masih digabungkan, bahkan pemerintah Indonesia pun masih menghambat langkah kita untuk lebih aktif menggunakan mekanisme ASEAN. Hal itu setidaknya karena tiga alasan.Â
Pertama, karena kita sudah melakukan tahapan diplomasi melalui pembicaraan intensif bilateral antar menteri luar negeri maupun otoriritas militer di Myanmar.Â
Indonesia bahkan sudah menjembatani dialog dan Bantuan ke Bangladesh. artinya niat baik kita sudah ditunjukkan dan atas dasar kemanusiaan dan bukan intervensi militer.Â
"Jadi kita tidak perlu takut  merasa bahwa Myanmar akan terganggu karena prosedur itu sudah kita dilakukan," katanya.Â
Kedua, problem di Rakhine itu politik dalam negeri Myanmar yang terbukti tidak bisa diselesaikan oleh Myanmar.
Dan dampaknya sangat negatif bagi kawasan dan bila Indonesia betul berkomitmen aktif mencari perdamaian dunia dan keadilan sosial maka kita perlu melakukan secara konkret mengimplementasikan komitmen tersebut saat krisis seperti sekarang.Â
Ketiga, tidak elok Myanmar menyelesaikan persoalan ini sendirian atas dasar non-intervensi tadi karena di lapangan belum ada gerakan masyarakat sipil yang kuat yang bisa menghentikan problem kemanusiaan dari dalam. Dan mustahil rasanya melihat dinamika politik di Myanmar untuk menyelesaikan masalahnya sendiri.Â
Lebih dari itu, bahkan tokoh masyarakat dan agama di Myanmar justru terindikasi terlibat dalam politik praktis yang secara tidak langsung memperburuk krisis kemanusiaan di sana.Â
Sehingga akibatnya, masyarakat umum tidak berani untuk terlibat bergerak ke dalam, menghindari kontak langsung dengan otoriritas militer, akibatnya terbentuk degradasi yang tidak sehat bagi HAM dan kemanusiaan, termasuk membentuk komunitas-komunitas yang steril dari kelompok yang dianggap anti-pemerintah hanya demi keselamatan diri sendiri.Â
"Jadi tiga alasan itu membuat kita harus semakin yakin bahwa yang kita lakukan di Indonesia, walaupun kita tegaskan kita akan lebih aktif di Myanmar, kita tidak perlu takut bahwa itu melanggar prinsip non-intervensi," tegasnya.Â
Selain Dinna Wisnu, hadir pula pembicara lain, Burma Human Right Network Kyaw Win, Ketua Tim Pencari Fakta PBB untuk Myanmar Marzuki Darusman, dan Direktur Eksekutif Amnesty Internasional-Indonesia Usman Hamid. (Husni Sahal/Fathoni)