Nasional KHOTBAH JUMAT

Pemimpin Cermin Rakyat atau Rakyat Cermin Pemimpin?

Jum, 13 November 2015 | 06:30 WIB

Jakarta, NU Online
Pola pikir masyarakat, khususnya di Indonesia ini, ketika muncul berbagai persoalan, selalu menimpakannya kepada seorang pemimpin. Padahal tidak sepenuhnya demikian. Bahkan yang terjadi bisa sebaliknya. Pemimpin maupun kepemimpinan yang buruk merupakan dampak perilaku rakyatnya yang tidak juga kunjung membaik dalam kehidupan sehari-hari.<>

Demikian disampaikan oleh Wakil Sekretaris Lembaga Dakwah PBNU, H M Buchori Muslim, Lc, MA saat menjadi khotib shalat Jumat di Masjid An-Nahdlah, Gedung PBNU Jakarta, Jumat (13/11).

Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menjelaskan, menyalahkan pemimpin secara membabi buta tanpa menilik perilaku pribadi masing-masing dan masyarakat pada umumnya merupakan sikap yang kurang bijak. Pemimpin yang korup, lanjutnya, merupakan dampak mental kehidupan rakyatnya yang juga sering melakukan hal-hal curang.

“Kita kembali kepada Allah swt yang memilihkan kita seorang pemimpin. Bisa saja Allah memilihkan kita pemimpin korup karena kehidupan kita yang sering mengurangi timbangan, melakukan kecurangan demi kepentingan pribadi dan kelompoknya, serta melakukan hal-hal yang bersifat manipulatif sehingga mendorong pemimpin untuk berperilaku acuh tak acuh sehingga akhirnya korupsi,” paparnya.

Demikian juga, lanjutnya, perilaku para wakil rakyat yang terlihat tidak produktif dalam menghasilkan produk-produk legislasi untuk kepentingan rakyat. “Demikian juga dengan para pemimpin kita di parlemen yang seolah malas dan tidak produktif, bisa saja Allah juga memilih mereka untuk rakyatnya yang cenderung malas,” ujar Buchori.

Dia mengisahkan, ada seorang sahabat yang datang menghampiri Khalifah Ali bin Abi Thalib dan bertanya. Mengapa rakyatmu saat ini tidak patuh kepadamu sebagai seorang khalifah tidak seperti di zaman Umar bin Khattab? Kemudian Sayyidina Ali menjawab, karena ketika Umar menjadi khalifah, yang menjadi rakyatnya adalah saya dan Utsman. Sedangkan ketika saya menjadi khalifah, rakyatnya adalah kalian yang tidak patuh.

Buchori juga menerangkan, sesungguhnya rakyat yang lebih banyak mencaci maki pemimpinnya daripada berdoa untuk kebaikan pemimpinnya adalah manusia yang tidak memahami al-Qur’an dan Sunnah. 

“Untuk kebaikan negeri, perbaikilah mulai dari diri pribadi. Jangan selalu menyalahkan orang lain tanpa mengoreksi diri. Karena negara yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghoffur terwujud sebab peran baik rakyatnya,” tutupnya. (Fathoni)

Foto: gambar ilustrasi