Nasional

Penduduk Yatsrib Lapang Dada kepada Pendatang

Sab, 3 Desember 2016 | 22:03 WIB

Jakarta, NU Online 
Rasulullah berdakwah kepada Makkah untuk mengajak masuk Islam selama 13 tahun hanya mendapatkan pengikut 120 orang. Mereka disebut as-sabiqunal awwalaun. Karena itulah ia berhijarah ke Yatsrib, sebuah kota yang didirikan oleh Yatsrib bin Laum bin Syam bin Nuh. Kota yang kemudian dinamakan Madinah di kemudian hari. 

Di kota tersebut, Rasulullah dan pengikutnya mendapatkan masyarakat yang majemuk. Ada muslim pendatang bersama Rasulullah disebut Muhajirin. Ada penduduk beragama Nasrani, Yahudi, dan Majusi.  

“Karakter muhajirin adalah orang-orang yang hijrah meninggalkan tanah kelahirannya sampain menjadi miskin. Muhajirin meninggalkan kekayaan dan jabatannya. Apa yang dicari? Mereka mencari fadol (keutamaan) dari Allah dan ridha Allah,” terang KH Said Aqil Siroj mengutip ayat Al-Qur’an saat berceramah peringatan Maulid Nabi di halaman PBNU, Jakarta, Sabtu malam (3/12).

Sementara penduduk Yatsrib, menurut Ketua Umum PBNU tersebut terdapat dua suku, yaitu Aus dan Khajraj. Watak mereka digambarkan dalam Al-Qur’an sebagai penduduk yang menerima lapang dada para pendatang. 

“Orang-orang yang menyiapkan mental, tempat tinggal, fasilitas, menerima, dan menyambut kedatangan muhajirin. Orang pribumi memiliki rumah empat kamar. Mari separoan. Memiliki kebun empat hektare ayo separoan. Bintang ternak juga separoan. Hatinya mencintai muhajirin tanpa pamrih, tanpa tendensi apa-apa,” katanya. 

Penduduk Yatsrib, kata kiai asal Cirebon tersebut, sangat mendahulukan kepentingan muhajirin. Penduduk yang memiliki watak seperti itu, Rasulullah menamainya dengan ansor.

Mendahulukan kepentingan Muhajirin, lanjut pengasuh Pondok Pesantren Al-Tsaqofah tersebut, dilakukan penduduk Ansor dalam kepemimpinan. Nabi Muhammad menjadi pemimpin umat Islam. Bendahara Utsman bin Affan. Panglima perang Umar bin Khatab. Serta semacam menteri pendidikan diserahkan kepada Ali bin Abi Thalib. (Abdullah Alawi)