Nasional

Pengamat: Teroris Indonesia Ternyata Juga Korup Dana Aksi Teror

NU Online  ·  Selasa, 16 Juni 2015 | 16:20 WIB

Jakarta, NU Online 
Pengamat teroris yang juga penulis buku "NII Sampai JI" Dr Solahudin, di Jakarta, Selasa (16/6) menyatakan para teroris di Indonesia mempunyai sifat koruptif.
<>
"Berbeda dengan teror pada tahun 2002 yang menggunakan bom. Mereka saat ini melakukan perampokan bank untuk mendapatkan dana yang guna pembiayaan aksi-aksi teror," paparnya pada Workshop Penguatan Jaringan Anti Radikalisme di Dunia Muda untuk Ulama Muda.

Ia memaparkan, di 2011 sejumlah teroris melakukan peretasan terhadap situs online dari Malaysia.

"Dari peretasan situs itu, mereka mendapat Rp7 miliar. Tapi ketika pelaku tahu uang sebanyak itu, imannya goyah, pelaku tergiur. Uang yang semestinya digunakan untuk membiayai aksi-aksi teror, digunakan untuk membeli kantor, mobil dan kebutuhan duniawi lain," ujar Dr Solahudin lagi.

Sebagian kecilnya, imbuh dia, dikirim ke Poso untuk biaya kegiatan di sana, sejumlah Rp250 juta. Namun yang menerima juga tergiur dengan uang kiriman pelaku (peretas situs online yang mendapatkan Rp7 miliar).

"Uangnya digunakan untuk keperluan lain, bukan membiayai aksi mereka. Artinya, ada perilaku korupsi di kalangan para teroris," ujar dia menjelaskan perilaku teroris yang seringkali menggembar-gemborkan jihad di jalan Allah.

Aksir teror di Indonesia dari 2002 hingga 2015 terpantau turun. Sebagian teroris meyakini jihad di Suriah lebih utama daripada di Indonesia.

"Ini yang menyebabkan Penurunan angka terorisme. Tugas kita selanjutnya mendoakan mereka mencapai cita-citanya, sahid dan tidak pulang ke Indonesia," ujar Dr Solahudin lagi.

Jumlah orang Indonesia yang bergabung dengan kelompok radikal di Suriah kisaran 200 orang.

"Itu yang terindikasi aparat keamanan. Tapi ada juga yang berangkat dari luar negeri dan tidak pulang ke Indonesia. Mereka berangkat ke Suriah dari tempat mereka mencari ilmu atau sekolah," katanya lagi.

Mayoritas orang-orang dari Indonesia yang ke Suriah bergabung dengan ISIS. Alasannya, ISIS dipandang mempunyai komitmen untuk menerapkan syariat Islam.

"Begitu menaklukan suatu daerah, syariat Islam langsung diterapkan. Berbeda dengan Jabah Nusrah. Kelompok ekstrim tersebut mengedukasi masyarakat di daerah ditaklukan dengan syariat Islam, tidak langsung diterapkan," paparnya dalam kegiatan dihadiri puluhan ulama muda, aktivis NU dari berbagai daerah di Indonesia. (Gatot Arifianto/Mukafi Niam)