Nasional

Pentingnya Istikharah Sebelum Menikah Hingga Capai Sakinah Mawaddah wa Rahmah

Rab, 19 Oktober 2022 | 14:00 WIB

Pentingnya Istikharah Sebelum Menikah Hingga Capai Sakinah Mawaddah wa Rahmah

Ilustrasi menikah.

Jakarta, NU Online
Setiap orang yang hendak menikah biasanya mengalami fase bimbang. Untuk meyakinkan hati apakah orang tersebut terbaik sebenarnya sudah dijelaskan dalam agama, yakni dengan cara istikharah (minta petunjuk). Tim Narasumber Aswaja NU Center (Asnuter) Jatim Nur Kholis Majid mengungkapkan perlu adanya dialog spiritual atau istikharah dalam memilih pasangan hidup.


“Mengenal pasangan yang dilakukan dengan ta’aruf itu sebenarnya tidak selamanya menjamin. Selain ta’aruf, juga perlu proses dialog spiritual atau istikharah. Karena orang yang istikharah tidak akan pernah merugi. Jadi, ketika mengambil keputusan sebaiknya berdasarkan istikharah,” tuturnya dalam YouTube TV9, Selasa (18/10/2022).


Menurut Ustadz Nur Kholis, proses istikharah dapat dilakukan melalui banyak cara. Ada yang melalui mimpi, dengan bacaan Al-Qur’an, melalui bantuan orang lain seperti kiai yang memiliki spiritualitas lebih tinggi.


“Jika hasil istikharah itu kurang baik, maka bukan berarti orang tersebut tidak baik. Tapi, jika disatukan maka akan jadi kurang baik bagi kita. Jika berkumpul dengan orang lain, maka bisa jadi lebih baik bagi mereka. Jangan sampai menilai orang tersebut tidak baik, karena itu hanya soal jika dipasangkan saja,” terangnya.


Oleh karena itu, ia menegaskan seharusnya melakukan istikharah dulu sebelum mengenal lebih jauh. Jika si A, misalnya, sudah condong perasaannya dengan si B dan melakukan istikharah, maka yang dicondongi itu akan tetap muncul pada hasil istikharahnya.


“Jadi, menurut saya seseorang yang hendak istikharah sebaiknya ia menata hati agar dalam kondisi netral, tidak condong kepada seseorang,” tandas Ustadz Nur Kholis.

Menurut dia, dalam menikah perlu memiliki tujuan sakinah, mawadah, wa rahmah. Sakinah adalah mendapatkan ketenangan batin. Orang menikah sejatinya hendak menjadikan suasana batinnya menjadi tenteram dan tenang, yang kemudian ada konsistensi dalam berpikir dan bersikap.


“Orang kalau batinnya tidak tenang dan situasi batinnya goncang maka yang muncul adalah aksi tidak etis, perbuatan yang buruk dan menyalahi hukum. Makanya orang yang menikah itu tujuan utamanya adalah suasana batin yang tenang dan tenteram serta mampu berpikir secara objektif, berlaku adil, dan berbuat berdasarkan kemanfaatan,” paparnya.


Selanjutnya, lanjut dia, adalah mawaddah. Yaitu, cinta bukan dalam artian nafsu. Ini juga menjadi landasan orang menikah. Jika tidak cinta maka sulit mencari sakinah atau ketenangan batin. Begitu juga dengan rahmah yaitu cinta yang berlandaskan pada sifat ketuhanan.


“Misalkan seorang nenek-kakek jika tidak ada maka akan saling mencari. Rasa-rasanya mereka seperti sudah tidak ada mawadah-nya. Tapi, lebih kepada rahmah,” pungkasnya.


Kontributor: Afina Izzati
Editor: Musthofa Asrori