Nasional

Perumpamaan Islam Nusantara Menurut Habib Luthfi

Ahad, 29 Juli 2018 | 15:00 WIB

Perumpamaan Islam Nusantara Menurut Habib Luthfi

Habib Luthfi (Foto: Evant Gitara)

Jakarta, NU Online
Habib Luthfi bin Yahya kembali menjelaskan dan menegaskan bahwa Islam Nusantara bukanlah agama baru. Rais Aam Idaroh Aliyah Jamiyyah Ahli Thariqah Al Mu’tabarah An-Nahdiyah (Jatman) ini mengibaratkan Islam Nusantara seperti cara masyarakat di berbagai belahan dunia menikmati makanan dengan berbagai alat masing-masing yang menunjukkan perbedaan budaya yang dimiliki.

“Orang Islam di Amerika makan pakai sendok garpu baca Basmalah. Orang Islam di China makan pakai sumpit juga baca Basmalah, di Jawa makan pakai tangan juga sama baca Basmalah. Nggak ada bedanya, Yang penting yang dimakan halal dan sama-sama menyebut nama Allah. Walaupun cara makannya beda-beda. Nah itulah Islam Nusantara,” kata Habib Luthfi, Sabtu (28/7).

Habib Luthfi kembali menjelaskan konsep ini agar semua orang memahami bahwa Islam Nusantara adalah sebuah spirit penghargaan terhadap tradisi lokal yang tidak dipertentangkan dengan nilai-nilai agama. Dan oleh Nahdlatul Ulama proses dakwah Islam di wilayah Nusantara ini disebut sebagai Islam Nusantara.

"Jadi jangan salah paham. Masa Islam Nusantara dibilang agama baru. Terus nanti ada Nabi Jawa, Nabi Sunda gitu? Ya gak mungkin,” tegasnya di hadapan ribuan jamaah pada acara Halal bi Halal Nusantara di Majlis Ta'lim Habib Salim bin Ahmad bin Jindan, Jl. Otista Raya, Jakarta Timur.

Perumpamaan lain tentang konsep Islam Nusantara juga pernah disampaikan Rais Syuriyah Pengurus Cabang Istimewa NU Australia Nadirsyah Hosen beberapa waktu lalu. Ia memberi contoh Islam seperti perusahaan makanan dari Amerika yang memiliki ciri khas menjual ayam goreng.

Di setiap negara, ayam goreng yang dijual oleh perusahaan ini memiliki ciri khas masing-masing. Di Indonesia, menu ayam goreng dinikmati dengan nasi dan di Australia disandingkan dengan kentang. Menurut Gus Nadir, panggilan akrabnya,  akidah umat Islam sedunia sama. Yang berbeda adalah aplikasi dan ekspresi keislaman yang ada muatan lokalnya.

“Islam itu aqidahnya sama sedunia. Tapi aplikasi dan ekspresi keislaman itu ada muatan lokalnya,” katanya.

Jika sudah memahami konsep yang sebenarnya lanjutnya, maka tidak akan sulit untuk memahami dan mau paham terhadap Islam Nusantara. (Red: Muhammad Faizin)