Nasional HARI SANTRI 2017

Pesantren WALI Canangkan Gerakan Cinta Kitab Kuning

Sen, 23 Oktober 2017 | 06:20 WIB

Pesantren WALI Canangkan Gerakan Cinta Kitab Kuning

Seminar Peranan Kitab Kuning dalam Dinamika Literasi dan Intelektual Islam Indonesia di Pesantren WALI Salatiga, Ahad (22/10).

Salatiga, NU Online
Perayaan Hari Santri Nasional 22 Oktober 2017 dilakukan dengan cara berbeda di Pondok Pesantren Wakaf Literasi Islam Indonesia (WALI), Salatiga, Jawa Tengah.

Pesantren berbasis gerakan literasi ini mengemas peringatan dengan kegiatan ilmiah. Tidak ada pawai dan arak-arakan yang menunjukkan kegembiraan, ratusan santri duduk rapi di Masjid Ar-Rohim untuk belajar.

Akan tetapi, ini bukan kegiatan belajar rutin. Ratusan santri itu mengikuti Seminar Nasional Peranan Kitab Kuning dalam Dinamika Literasi dan
Intelektual Islam Indonesia, Ahad (22/10)

Tampil sebagai pembicara seminar tersebut adalah KH Idror Maimoen Zubair (Pondok Pesantren Al-Anwar Sarang, Rembang); KH Akomodien Shofa (Ketua Forum Silaturahmi Kyai Muda se-Jateng); KH Anis Maftukhin (Pengasuh Pesantren WALI); Ustad Munib Sidiq (Direktur WALI-Tamyiz Institute);  dan Ustad Al Mutaqin (Praktisi Metode Tamyiz).

Pada kesempatan itu, Pesantren WALI juga mencanangkan gerakan kitab kuning. 

“Agar santri-santri mulai memasyarakatkan ilmu-ilmu dari khazanah kitab kuning untuk menjawab beberapa persoalan kontemporer,” kata Kiai Munib, salah satu pengasuh Pesantren WALI.  

KH Anis Maftuhin mengatakan, kitab kuning adalah sumber pengetahuan keislaman yang sangat vital. Namun, selama ini akses dan kemampuan untuk membaca dan memahami hanya dimiliki sebagian kecil santri. Kemampuan itu hanya dimiliki santri-santri yang menguasai ilmu tata Bahasa Arab (nahwu sharaf) yang mumpuni dan belajar belasan tahun di pondok pesantren.

"Itu pun mereka baru sebatas mengakses sebagian kecil kitab-kitab fiqih, aqidah, dan yang berbau keagamaan," kata Anis.

Padahal, era keemasan Islam zaman dulu mengenal ilmuwan-ilmuwan yang menelurkan karya-karya luar biasa. Anis mencontohkan betapa kita terkejut bahwa 1.000 tahun sebelum Wright bersaudara belajar terbang, ulama Islam Abbas bin Firnas telah mempraktikkannya. 

“Belum lagi sumbangan pengetahuan Ibnu Sina dalam Kitab Qanun At-Tib yang hingga kini masih menjadi rujukan di dunia kedokteran,” pungkas Anis.  (Billy Ardhan/Kendi Setiawan)