Nasional

PPM Aswaja Gelar Kongkow Sufi Bareng KH Luqman Hakim

NU Online  ·  Kamis, 6 Oktober 2016 | 09:17 WIB

Jakarta, NU Online
Persaudaraan Profesional Muslim (PPM) aswaja menyelenggarakan kajian Islam yang menyasar segmen pada kaum muda pekerja di kawasan jabodetabek bertempat di Kafe Sere Manis lantai 3 Sabang, Jakarta Pusat dan kajian tersebut dipimpin oleh KH Luqman Hakim yang dikemas dalam program Kongkow Sufi.

Kiai Luqman mengatakan, di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka seluruh tubuh juga baik. Jika segumpal daging itu rusak, maka seluruh tubuh juga rusak. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati. Yakin itu letaknya didalam hati atau qalbu. 

“Dari hati itulah semua berawal dan menjadi dasar semua tindakan dan perbuatan manusia. Sebagai hamba yang beriman kita harus yakin dan percaya bahwa setiap mahluk Allah pasti akan diberi rizki oleh Allah,” ujar Pakar Tasawuf ini.

Yakin atas rizki Allah bisa diawali dengan Berprasangka baik kepada Allah atau husnudzon billah. Prasangka baik kepada Allah adalah kunci awal untuk menggapai kebahagiaan dan ketenangan hati kita karena Allah itu tergantung prasangka hambanya. Kata Ibnul Qoyyum, husnudzon billah huwa husnul amal  bahwa berprasangka baik kepada Allah adalah termasuk amal baik. 

“Seorang hamba disebut ber-husnudzon manakala ia beranggapan bahwa Allah mengasihinya, memberi jalan keluar dari kesulitan dan kegundahannya. Ber-husnudzon kepada Allah itu wujudnya dengan cara melakukan amal sholeh bukan dengan berangan-angan,” katanya.

Ikhtiyar

Allah mewajibkan atas kaum Muslim untuk melakukan upaya atau ikhtiyar (amal) adapun hasilnya, lebih tergantung pada prosesnya. Dalam tiap amal, menurutnya, ada dua hal yang harus diperhatikan syariat yaitu niat ikhlas karena Allah dan cara yang benar sesuai aturan dan rambu-rambu yang dicontohkan oleh Rasulullah.

Karenanya Allah tidak mewajibkan kita untuk kaya, tidak pula mewajibkan miskin tapi Allah mewajibkan kita agar kita berupaya mencari nafkah dengan cara yang benar dan halal. Allah pun tidak mewajibkan menikah, juga tidak mewajibkan membujang yang Allah wajibkan menjaga diri dari maksiat dalam prosesnya. Oleh sebab itu menjadi penting sekali menjaga kemurnian proses ini, menjaga niat dan cara kita dalam proses ikhtiyar itu  karena tiada berguna hasil bila niat dan prosesnya salah.

Fenomena banyaknya orang yang percaya terhadap kemampuan penggandaan uang Kanjeng Dimas Taat Pribadi adalah cermin dari manusia yang terlalu mengagungkan hasil dan tidak peduli dengan prosesnya. “Orang-orang yang menginginkan hasil yang serba instan dan cepat. Budaya instanisme telah menutup hati mereka bahwa segala sesuatu itu butuh proses atau ikhtiyar,” jelasnya.

Syukur

Kiai Luqman juga menerangkan, setelah hati meyakini bahwa Allah maha pemberi rizki kepada semua makhluknya dan telah melakukan ikhtiyar dengan makismal dan baik, maka langkah dan tahap berikutnya adalah tawakal dan bersyukur kepada Allah. Tawakal berarti menyerahkan segala urusan dunia kepada Allah SWT. 

Tidak mengandalkan dirinya sendiri dalam setiap usaha karena mereka sadar atas ketidakmampuan anggota tubuh untuk mengerjakan sesuatu hal dan mencapai kesuksesan, semua adalah atas kehendak Allah SWT. Tawakal berarti pula menggantungkan seluruh urusan hanya kepada Allah, bukan yang lain bahkan dalam masalah rezeki. 

Sedangkan bersyukur adalah suatu keadaan di mana seseorang berada di puncak tawakalnya, karena dari sini bisa tergambar kepuasan hati seorang hamba. Maka syukur ini dilakukan tidak hanya ketika apa yang kita usahakan telah diraih, tetapi juga pada saat usaha yang kita lakukan belum membuahkan hasil, tentunya dengan prasangka bahwa Allah telah menyiapkan yang sesuatu yang lebih baik dari ini.

“Manusia dalam setiap melakukan segala proses dalam dirinya baik yang berupa pekerjaan hati maupun fisik harus selalu dalam bingkai dan prinsip Minallah (dari Allah), Ma'allah (bersama Allah) dan Ilallah (hanya Kepada dan untuk Allah). Dengan tiga kunci itulah maka hati kita akan tenang dan tentram,” tandasnya. (Akhlis/Fathoni)