Nasional

Prof Nasaruddin Umar Jelaskan Sisi Moderat Muslim Sejati

Rab, 14 April 2021 | 21:30 WIB

Prof Nasaruddin Umar Jelaskan Sisi Moderat Muslim Sejati

"Jarak antara tantangan dan kenikmatan sangat tipis. Begitu pula jurang pemisah antara musibah dengan kelezatan hidup yang tidak terlalu terlihat secara signifikan," kata Imam Besar Masjid Istiqlal, Prof Nasarudin Umar. (Foto: istimewa)

Jakarta, NU Online

Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta, Prof KH Nasaruddin Umar menjelaskan tentang sisi moderat yang ada pada seorang Muslim sejati atau orang beriman. Cirinya, apabila ditimpa musibah akan bersabar dan jika mendapat kemewahan bakal penuh rasa syukur. 

 

Sebab, jarak antara tantangan dan kenikmatan sangat tipis. Begitu pula jurang pemisah antara musibah dengan kelezatan hidup yang tidak terlalu terlihat secara signifikan. Keimanan seorang Muslim sejati tidak fluktuatif karena senantiasa berada di shiratal mustaqim. 

 

"Shiratal mustaqim itu adalah jembatan antara al-maghdlub dan ad-dhollin. Apa yang dimaksud al-maghdlub? Orang yang ketika ditimpa musibah dia menjerit ke bawah. Ad-dhollin sebaliknya, kalau dia diuji dengan kemewahan, akan mabuk dia di atas," terang Prof Nasar dalam Pesantren Ramadhan yang digelar virtual oleh Majelis Telkomsel Taqwa (MTT) dan Majelis Taklim Telkom Grup (MTTG), Rabu (14/4).

 

Shiratal mustaqim itu, kata Prof Nasar, tidak menjerit dan tidak mabuk, karena dia menempuh shiratal mustaqim sebagai jalan tengah. "Jadi, tawasutiyah-nya itu adalah jika ditimpa musibah dilawan dengan sabar, jika diuji kemewahan dilawan dengan syukur," lanjut Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu. 

 

Menurutnya, selama dua sayap kehidupan ini kokoh dan kuat dalam diri seorang Muslim sejati maka seluruh tantangan akan dengan mudah dilewati. Sebab jalan yang ditempuh adalah shiratal mustaqim. 

 

"Shiratal mustaqim itu sebenarnya tidak lain adalah perjalanan antara ad-dhollin dan al-maghdlub itu. Maka kalau kita mendaki ke atas, kita harus syukur. Tapi kalau kita anjlok ke bawah maka harus sabar," katanya.

 

Lebih lanjut ia mengatakan bahwa Ramadhan kali ini penuh dengan tantangan karena pandemi Covid-19 belum selesai. Ia berharap Ramadhan bukan saja dapat membakar segala dosa yang telah lalu tetapi juga mampu mengangkat virus yang membahayakan itu. 

 

"Ramadhan artinya membakar atau menghanguskan. Karena membakar hangus dosa masa lampau, sehingga pada saat Idul Fitri nanti kita seperti bayi yang baru lahir. Kita menjadi manusia baru, spirit, energi, wawasan, dan kesuksesan baru. Itulah spirit Ramadhan," katanya.

 

"Ramadhan bukan saja membakar dosa-dosa kita pada masa lampau, tetapi Covid-19 juga bisa diangkat. Tetapi sebagai hamba, tentu kita harus beradaptasi dengan apa pun, di mana pun, bagaimana pun. Kita harus tetap optimis dan produktif tanpa harus terganggu oleh musibah atau takut terhambat oleh kenikmatan kelezatan," imbuh Prof Nasar.

 

Ramadhan dan sejarah prestasi Islam

Prof Nasar menjelaskan pula bahwa hampir semua prestasi monumental dalam sejarah Islam terjadi pada bulan Ramadhan. Di antaranya pelantikan Nabi Muhammad sebagai Rasulullah, penurunan wahyu, penaklukan Kota Makkah, kemenangan besar perang badar, dan penaklukan dunia-dunia Islam di Spanyol dan Afrika.

 

Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945 juga terjadi pada tanggal 9 Ramadhan. Lalu pendirian bangunan-bangunan monumental Universitas Al-Azhar sebagai perguruan tinggi tertua di dunia juga pada Ramadhan. Kemudian ada sejarah perang salib pimpinan Salahuddin Al-Ayyubi, yang berlangsung di bulan Ramadhan.  

 

"Jadi Ramadhan itu adalah identik dengan sejarah prestasi dunia Islam dan umat Islam itu sendiri. Kita perlu mengambil berkah Ramadhan ini. Tidak ada yang kita tancapkan di bulan Ramadhan, yang tidak menghasilkan berkah," jelasnya.

 

Itulah sebabnya, lanjut Prof Nasar, zakat harta pun dianjurkan atau diusahakan kita melakukan penyesuaian supaya nanti pembayaran jatuh haulnya nanti juga pada Ramadhan. "Dengan demikian berkahnya akan melimpah, insyaallah," pungkasnya

 

Pewarta: Aru Lego Triono
Editor: Kendi Setiawan