Jakarta, NU Online
Menteri Agama H Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, puisi memiliki tempat tersenidri bagi sebagian santri di tengah segala padatnya kegiatan mengaji. Menurutnya, puisi bisa menjadi pelipur lara, puisi sebagai penyemangat asa, dan puisi bisa dijadikan pertanda capaian santri dalam belajar.
Demikian dikatakan Lukman pada acara Pembacaan Puisi yang diselenggarakan Kementerian Agama di Gedung Graha Bakti Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Senin (16/10) malam.
Pada acara yang digelar untuk memperingati Hari Santri 2017 ini, Lukman menjelaskan, sebagian santri yang memiliki kemampuan untuk membuat bait-bait yang sangat puitis, apa lagi dalam bahasa arab, menandakan bahwa para santri setidak-tidaknya telah bersangkutan dengan Kitab Alfiah Ibnu Malik.
“Atau sebagian lain yang mahir mengolah kata lalu memiliki makna yang substantif bahkan kontemplatif itu bisa menjadi pertanda bahwa yang bersangkutan dengan setidak-tidaknya pernah bersentuhan dengan Ihya Ulumiddin karangan Imam Ghozali,” terang putra KH Saifuddin Zuhri ini.
Oleh karena itu, para santri yang mempunyai kemampuan mengolah kata dalam membuat puisi, kata Lukman, itu bisa pertanda sebagai capaian prestasinya.
Ia melanjutkan, santri yang melek sastra, bahkan mahir menjadi penyair bisa disebabkan satu dari tigal hal, yakni karena sedang jatuh hati atau kasmaran, sedang cemburu, atau sedang patah hati.
“Dan ini semuanya terkait persoalan hati. Dan saat itulah tiba-tiba begitu mahir menjadi penyair,” ujar pria berumur 51 tahun ini.
Turut mengisi acara pembacaan puisi ini Sapardi Joko Damono, Sujiwo Tejo, Abidah El Kholiqie, Badriyah Fayumi, Habiburrahman El Shirazy, Sosiawan Leak, KH Husein Muhammad, Jamal D. Ramah, Acep Zam Zam Noor, Ahmad Tohari, Sutardji Calzoum Bachri, D. Zawawi Imron, dan lain-lain. (Husni Sahal/Fathoni)