Nasional

Refleksi Bencana: Pemetaan Penyebab Banjir dan Longsor Harus Ditingkatkan

Rab, 22 Januari 2020 | 05:30 WIB

Refleksi Bencana: Pemetaan Penyebab Banjir dan Longsor Harus Ditingkatkan

Ketua LPBINU M. Ali Yusuf. (Foto: NU Online)

Jakarta, NU Online
Dua pekan peristiwa banjir dan longsor di Jakarta, Banten dan Jawa Barat berlalu, namun, belum juga menemui titik terang terkait pemulihan kehidupan masyarakat agar bisa kembali hidup seperti sedia kala. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), selama 1-21 Januari 2020 terjadi 207 bencana di Indonesia. 

Ratusan bencana tersebut terdiri atas 90 kejadian angin puting beliung, 67 peristiwa banjir, 45 kasus longsor, dua kejadian gelombang pasang atau abrasi, dan 3 kasus kebakaran hutan dan lahan.

Dampak nya antara lain korban meninggal dunia mencapai 82 jiwa, hilang 3 orang, dan luka-luka 83 jiwa, pengungsi berjumlah 803.996 orang dan 11.305 unit rumah warga di berbagai daerah mengalami kerusakan belum lagi akses jalan dan jembatan yang terputus. 

Melihat kondisi itu, Nahdlatul Ulama sebagai organisasi sosial keagamaan di Indonesia berupaya semaksimal mungkin agar bisa membantu masyarakat memulihkan tempat-tempat warga yang terdampak banjir.
 
Di antaranya memberikan bantuan logistik, uang tunai dan dengan cara terjun langsung membantu masyarat di lokasi banjir serta dengan cara-cara lain yang berimplikasi pada normalnya aktivitas warga. 

Merefleksikan kejadian bencana yang menimpa sebagian Indonesia tersebut, Ketua Lembaga Penanggulangan Bencana dan Perubahan Iklim (LPBI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Muhammad Ali Yusuf mengatakan, semua pihak harus bekerja sama mencari akar masalah yang menyebabkan bencana alam muncul.

Hal itu harus dilakukan secara terus menerus, tidak boleh berhenti dan merasa cukup sebab cuaca dan kejadian alam kerap tak terbaca secara komprehensif. 

Ia menjelaskan, penyebab bencana harus dianalisis, harus dibaca dan dipetakan agar seluruh komponen mengetahui hal-hal apa saja yang mesti dilakukan agar banjir, longsor dan kejadian alam tidak menimpa wilayahnya. 

“Evaluasinya, penanganan bencana tidak bisa dilakukan oleh satu pihak dari hulu sampai ke hilir, penyebab bencana juga harus mulai dibaca, dianalisa dari sekarang,” tuturnya kepada NU Online, Rabu (23/1). 

Ia mengungkapkan, Banjir Jakarta dan Longsor di Lebak, Banten sesungguhnya sangat mudah dibaca sebab kejadian tersebut bukanlah kali pertama terjadi. Banjir di Jakarta, lanjutnya, besar kemungkinan karena belum maksimalnya penanganan sampah, waduk dan terbatasnya kapasitas badan sungai.

Sementara longsor di Lebak, Banten disebabkan oleh perusakan lingkungan seperti penggundulan hutan dan penebangan pohon secara serampangan.

“Penyebab Banji Jakarta semua orang sudah tahu, kalau longsor, standar, normatif. Karena hutannya digunduli, alih fungsi lahan, pengganti lahannya tidak ada, jadi tanah kena air langsung longsor dan itu normatif. Artinya ada kerusakan lingkungan di Lebak,” ucap Ali Yusuf. 

Nahdlatul Ulama, lanjut dia, berkomitmen untuk merehabilitasi dan memulihkan tempat-tempat yang terdampak banjir dan longsor. Karenanya, di lokasi-lokasi banjir dan longsor tersebut NU Peduli masih membuka Posko dan membantu masyarakat agar bisa kembali beraktivitas. 

Selama ini, tim Relawan NU Peduli yang terjun ke lokas banjir tidak begitu menemui kendala serius, termasuk tidak kekurangan peralatan. Menurut Ali Yusuf hal itu karena yang dibutuhkan di lokasi bencana bukanlah peralatan yang lengkap melainkan cara-cara kreatif seorang relawan.  

“Bukan kelengkapan alat yang penting tapi kemampuan kreativitas kita. Bagaimana agar bisa menembus kesulitan akses itu. Akses itu kan susah harus pake mobil, kalau gak ada itu? Masa diam. Ya harus cari cara. Pakai apa? Pakai apa saja, bahkan ada yang pakai kuda,” ungkapnya menceritakan. 

Sampai saat ini, LPBI PBNU, PWNU dan PCNU bersama lembaga dan banom NU yang lain yang tergabung dalam NU Peduli di daerah masih bertahan membantu memulihkan masyarakat terdampak banjir. 

Pewarta: Abdul Rahman Ahdori
Editor: Fathoni Ahmad