Nasional

Rektor dari Suriah: Doakan Kami, karena Akan Lahirkan Keajaiban

Sel, 13 Maret 2018 | 04:00 WIB

Surabaya, NU Online

Adalah Syarif Adnan Al-Shawaf berkesempatan hadir di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya untuk menjadi pembicara pada seminar internasional, Senin (12/3). Pada kesempatan tersebut, sejumlah permasalah diperbincangkan.


Berikut adalah catatan narasumber pendamping, yakni Mohammad Ali Aziz yang juga guru besar di UINSA selama kegiatan seminar berlangsung.


“Senang sekali mendengarkan nasyid yang berisi pesan-pesan sembilan ulama (Walisongo) yang berdakwah dengan hikmah bijaksana,” kata Syarif Adnan Al Shawaf, Rektor Universitas Kaftaru Damaskus Suriah (Syria) memulai pidatonya setelah menyimak angklung reliji yang ditampilkan sebelumnya oleh mahasiswa dari kampus ini.


Syarif Adnan Al Shawaf  tidak semata menjadi pembicara utama seminar internasional, sekaligus menandatangani kerja sama dengan UINSA dalam bidang pengembangan keilmuan.

 

Dakwah bil Hikmah

Kiprah dakwah Walisongo itu mengingatkannya kisah pendek dakwah seorang ulama di tengah masyarakat pengembala kambing di sebuah pedalaman Arab. Sang ulama mengajari mereka tujuh ayat surat Al-Fatihah dengan “metode kambing.”


Para pengembala diminta untuk membawa tujuh kambing. Masing-masing diberi nama oleh ulama itu dengan setiap ayat dari surat Al Fatihah. Esok harinya, mereka dites, “Kambing apakah ini?“ “Ini kambing alhamdulillahi rabbil alamin,” jawab mereka serentak.


Nah, pada hari berikutnya, mereka hanya menghafal enam ayat, karena kambing yang bernama Maliki yaumiddin dimakan srigala,” kisahnya sambil sedikit menahan senyum dan disambut tawa para dosen dan mahasiswa yang memadati ruangan terindah dan tercanggih di lantai tiga gedung Twin Towers yang dibangun oleh Islamic Develompemnt Bank empat tahun silam itu. “Itulah dakwah bil hikmah, dakwah perangsang peradaban,” simpulnya.


“Perhatikan, mengapa ada ajaran zakat untuk ibnu sabil yakni orang yang kehabisan bekal dalam perjalanan. Luar biasa, inilah Islam yang mengedepankan peradaban,” katanya.


Ia melanjutkan, mengapa Nabi menganjurkan orang untuk tiga jenis investasi kebaikan yang diharapkan bisa mengalirkan pahala untuk pelakunya setelah meninggal dunia? “Tidak lain adalah untuk kemajuan peradaban yakni kepedulian sosial, transfer ilmu pengetahuan dan generasi berakhlak mulia,” jelasnya yang disambut antusis hadirin.


“Itulah Islam sejati. Wajah Islam adalah basmalah yang berisi ajaran kasih itu,” tandasnya. Bukan wajah bengis dan haus darah.


Tapi, sayang, pikiran masyarakat dunia sudah terpateri dengan pandangan negatif tentang wajah Islam tersebut. “Dan, itulah hasil yang dilakukan sejumlah orang jahat yang menguasai media-media besar dunia," urainya.


"Ada juga orang-orang bayaran yang diajari bertakbir sambil menyembelih manusia dengan tangan mengibarkan bendera bertuliskan kalimat tauhid,” jelasnya ketika memulai ceramah pada sesi kedua.


“Cukup, cukup. Jangan teruskan pengajaran Islam yang tidak kaffah (komprehensif), sehingga menghasilkan muslim pengejar kesuksesan akhirat, dengan kemiskinan serta keterbelakangan dunia,” katanya.


Dalam pandangannya, mereka tertipu seperti yang dialami oleh penjual lampu aladin. “Izinkan saya berkisah pendek yang kedua kalinya,” katanya.


Suatu saat, orang terkaya melintasi padang sahara dengan kendaraan termahalnya. Ketika kehabisan air, ia menjumpai orang yang memegang kendi dengan persediaan macam-macam es, kopi hangat, dan buah-buahan segar.


“Ini kendi istimewa tuan. Setiap saya minta makanan dan minuman jenis apapun, saya tinggal mengosok-gosoknya sedikit, lalu jin keluar dan menghidangkannya,” katanya. Jika tuan berminat, silakan menukar kendi ini dengan mobil tuan, lanjut pemilik aladin meyakinkan.


Setelah terjadi transaksi, milyarder tersebut pulang dengan girangnya menggendong kendi aladin.


Sesampai di rumah, ia meminta kendi ajaib itu agar membuatkan untuknya istana di tepi pantai, taman yang indah dan istri yang cantik-cantik pula.


Ketika digosok-gosok, jin besar benar-benar keluar dari kendi, tapi ia mengatakan, “Maaf tuan, saya hanya bisa menyediakan makanan dan minuman. Saya sama sekali tidak bisa mendatangkan selain itu, apalagi istana, taman indah dan perempuan jelita,” kisah sang profesor yang disambut tepuk tangan dan tawa yang lebih seru dari sebelumnya.

 

Menjawab Tanya Peserta

Saat tiba waktu tanya jawab yang dipimpin Agus Santoso, peserta menanyakan mengapa terjadi pembunuhan terhadap ulama Suriah, termasuk ulama internasional dan kharismatik, Syekh Ramadhan Al Buthy.


Atas pertanyaan ini,  Syarif Adnan Al Shawaf menjelaskan. “Benar ia dibunuh bersama 40 santrinya di dalam sebuah masjid ketika sedang mengajarkan kitab tafsir Al Qur’an,” kenangnya.


Kitab-kitabnya juga dibakar karena ditulis oleh orang yang dipandang telah murtad dan kafir. Syekh Ramadhan Al Buthy.meninggal sebagai syahid sebelum terlaksana memenuhi undangan para ulama Indonesia yang sudah lama terjadwal.


“Inilah tindakan takfir (mengafirkan orang) yang dilakukan oleh sesama muslim yang kemudian merenggut satu persatu ulama, dan pelakunya tanpa merasa berdosa sedikitpun,” sesalnya.


Pada awal-awal kerusuhan, 2013, hampir setiap jam bom berjatuhan. Sudah hampir satu juta orang meninggal dunia. Semua orang asing keluar Suriah, termasuk para pelajar dari berbagai negara, kecuali pelajar Indonesia.


“Kami hanya keluar, jika Syekh keluar,” kata para pelajar Indonesia untuk meyakinkan kesetiaan mereka kepada rektor sekaligus guru mereka.


Penerjemah dari KBRI di Syiria yang duduk bersebalahan dengan Syarif Adnan Al Shawaf mengatakan, pelajar Indonesia tersebut menolak untuk kembali ke Indonesia, meskipun telah disediakan angkutan pulang secara gratis. 


Nahnu abna-us Syam (kami adalah anak kandung Suriah),” kata mereka, lalu disambut oleh Syekh, “Wa nahnu abna-u Indonesia (kami juga anak kandung Indonesia),” katanya sambil mengepalkan tangan. Dan gemuruhlah ruangan seminar dengan tepuk tangan hadirin, termasuk para mahasiswa yang harus duduk di lantai karena kehabisan kursi.


“Percayalah, percayalah, orang-orang jahat telah bersekutu menghancurkan negara kami, tapi Allah telah mengatur dengan caranya sendiri untuk menyelamatkan kami,” katanya sambil mengutip salah satu ayat dalam surat Ali Imran.  Ia melanjutkan untuk terus percaya, karena doa Nabi pasti dikabulkan Allah. Inilah doa yang pernah beliau panjatkan, allahumma baarik lana fii Syaaminaa (wahi Allah berkahilah kami melalui negeri Suriah ini).


Mahasiswa kedua bertanya, apa yang harus dilakukan untuk membantu Suriah?


Syekh menjawab, “Doa, doa, dan doa. Doakan kami, karena doa itulah yang melahirkan keajaiban,” tandasnya.


Jika ada dana, maka salurkan melalui lembaga yang resmi dan terpercaya. “Jika tidak, dana yang dikirim justru memperparah keadaan, bagaikan menyiram bensin pada api yang sudah berkobar,” pintanya.


Mengapa banyak orang jahat bersemangat menghancurkan Suriah? Sebab, Suriah atau Syria adalah satu-satunya negara Arab yang menolak membuka hubungan dengan Israel.


Kedua, Suriah juga negara yang mendukung sepenuhnya pasukan pembebas Palestina untuk berkuasa di Quds.


Mengapa baru sekarang sebuah negara memindahkan kantor kedubesnya ke Quds? “Ya, karena dipandang inilah waktu yang tepat setelah negara-negara kuat Arab sudah terseok-seok. Tidak hanya itu, sebagian dari negara-negara itu bahkan mendukungnya,” ungkapnya.


Menurut Syarif Adnan Al Shawaf, Suriah adalah negara multikultural. Ada penganut Mazhab Syafii, Maliki, Hanbali dan Hanafi. Juga ada Syiah dan Kristen. “Tapi, sejak lama kami bersatu, bahkan anak-anak orang Syiah diberi nama Abu Bakar, Aisyah, Umar dan sebagainya. Anak-nak orang Sunni juga diberi nama Ali, Haidar dan sebagainya yang berbau Syiah,” jelasnya.


Hal tersebut dilakukan karena saling menghormati pilihan keyakinan masing-masing. “Nah, sejak takfir menjadi senjata murah itulah, gelombang pembunuhan secara masif terjadi,” sesalnya.


“Saya tegaskan kembali, kami siap memberi beasiswa tiga orang mahasiswa UINSA untuk kuliah S1 dan S2 di Universitas Kaftaru,” tantangnya.


Dalam pandangan Syarif Adnan Al Shawaf, Syria memiliki sejumlah kesamaan dengan Sunni Indonesia, yaitu bermadzhab Syafi’i, dan berakidah Al Asy’ari. “Sebagaimana faham syekh, Syekh Wahbah Az Zuhaili, Romadhan Al Buthy dan sebagainya,” tawarnya sebelum menutup dengan doa yang diamini seluruh hadirin untuk memadamkan bara Syira.  Allahumma baarik lanaa fii Syaminaa.


Kembali hadirin tertawa lepas ketika pada sesi berforto, Mohammad Ali Aziz mengelus jenggot sang syekh, dan ia membalasnya. Hadirin bertambah ramai ketika sang syekh sekaligus rektor itu mengelus jenggot Ali Mufradi, tapi sayang Wakil Rektor 3 UINSA itu ternyata tidak berjenggot sedikitpun.


“Makna elusan jenggot berbeda bagi masyarakat Suriah dan Indonesia, dan itulah bagian dari materi mata kuliah komunikasi multikultural yang saya ajarkan pada semester genap 2018 ini di Program Pascasarjana UINSA,” pungkas Mohammad Ali Aziz. (Red: Ibnu Nawawi)