Nasional

RMINU: Pendidikan Bisa Jadi Sarana Tangkal Radikalisme  

Ahad, 13 Oktober 2019 | 20:00 WIB

RMINU: Pendidikan Bisa Jadi Sarana Tangkal Radikalisme  

Ketua RMI PBNU, KH Abdul Ghofar Rozin (tengah) (Foto: NU Online/M Yazid)

Bojonegoro, NU Online
Ketua  Rabithah Ma'ahid Islamiyah Nahdlatul Ulama (RMI) PBNU KH Abdul Ghofar Rozin mengungkapkan, kenapa terorisme itu masuk ke Indonesia lewat pendidikan?. 
 
"Karena pendidikan adalah sarana tepat untuk cuci otak, tindakan radikal adalah tahap ketiga setelah intoleran dan radikal," ungkapnya.
 
Hal itu disampaikan dalam lokakarya anti radikalisme dengan tema Anti Radikalisme Agama Perspektif Pendidikan di aula Masjid Al-birru Pertiwi Dander, Bojonegoro, Jawa Timur, Sabtu (12/10).
 
Dikatakan, gerakan radikalisme yang masif tidak menutup kemungkinkan terjadi di Bojonegoro, sehingga perlu komitmen semua pihak untuk menangkal radikalisme. Salah satu upaya nyata adalah mengajarkan dan memberikan pemahaman radikal melalui pendidikan.
 
"Mengharapkan ke depan ada upaya untuk dialog lintas iman, agar kita tahu bahwa ada paham iman lain selain iman yang kita yakini. Tapi hal ini harus dilakukan dengam berbagai tahapan, termasuk lewat jalur pendidikan," tegasnya.
  
Lokakarya menghadirkan pemateri Kapolres Bojonegoro, AKBP Ary Fadli, Kepala Dinas Pendidikan Bojonegoro Hanafi, Ketua PP RMINU KH Abdul Ghofar Rozin, dan Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Faisol Fatawi.
 
Kemudian Rektor INAIFID Kencong Jember Rijal Mumazziq, Rais PCNU Bojonegoro KH Maimun Syafii, dan Wakil Ketua PCNU Kabupaten Bojonegoro, KH Hilmi Al-Jumaidi. Kegiatan lokakarya juga mengundang para peserta dari guru, dosen, dan aktivis Nahdlatul Ulama (NU).
 
"Kita sangat mendukung anti radikalisme melalui pendidikan, salah satunya lewat Lembaga Pendidikan Ma'arif NU. Sehingga para peserta didik memahami bahaya radikalisme," kata KH Hilmi Al-Jumadi.
 
Kapolres Bojonegoro, AKBP Ary Fadli mengungkapkan, untuk meminimalisir paham radikalisme di Jawa Timur khususnya di Bojonegoro, upaya yang kita lakukan memberikan himbauan dan edukasi kepada para pelajar yang masih labil dalam menerima informasi.
 
"Paham Radikalisme saat ini berkembang bisa terjadi kapan saja dan perlu kita antisipasi bersama-sama. Karena itu dengan adanya lokakarya anti radikalisme ini, inisiasi Aswaja NU perlu kita apresiasi karena menyangkut masa depan bangsa," ungkapnya.
 
Menurut Kapolres Ary, tanggung jawab penanggulangan paham radikalisme merupakan tanggung jawab kita semua tidak hanya TNI, Polri, dan pemerintah saja. Sebab penanganan terkait radikalisme masih masif. Contoh yang baru saat ini di Pandeglang, Banten, di mana kelompok tersebut secara terang terangan menyerang pejabat negara.
 
Untuk itu Kapolres mengajak peserta lokakarya ini untuk melawan paham radikalisme yang saat ini berkembang dan memasuki para remaja usia pelajar dan mahasiswa melalui metode pencucian otak. 
 
"Radikalisme sendiri memiliki makna paham yang menginginkan perubahan sosial politik dengan cara kekerasan," tuturnya.
 
Ditambahkan, peran serta seluruh elemen masyarakat dan pemerintah dalam penanggulangan paham radikalisme menjadi sebuah kepentingan, untuk menunjukkan kesadaran dan pertahanan bersama. 
 
"Dengan adanya lokakarya ini, kita berupaya untuk meningkatkan pengetahuan bahaya dan penanggulangan radikalisme di wilayah Kabupaten Bojonegoro," imbuhnya.
 
Kapolres Bojonegoro juga mengimbau dan mengajak peserta lokakarya, bersama-sama menanggulangi paham radikalisme, mewaspadai penyebaran berita hoaks melalui media sosial dan jangan sampai kita menjadi bagian dari paham radikalisme yang akan merusak persatuan dan kesatuan bangsa.
 
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Hanafi menjelaskan, berkembangnya paham radikalisme di Indonesia saat ini dilihat dari segi pendidikan sangat berpengaruh sekali, karena paham radikalisme tumbuh sejak dini yaitu dari pendidikan anak.
 
"Masuknya paham radikalisme di dunia pendidikan akibat dari minimnya jam pelajaran pendidikan agama di sekolah. "Sehingga Dinas Pendidikan mengusulkan pelajaran agama perlu adanya penambahan jam pelajaran, untuk memberikan pemahaman syariat-syariat Islam yang sesuai di Indonesia," pungkas Hanafi.
 
Kontributor: M Yazid
Editor: Abdul Muiz