Jakarta, NU Online
Politik legislasi RUU Pesantren dan Pendidikan Keagamaan secara umum yaitu pentingnya rokognisi (pengakuan) negara terhadap penyelenggaraan pendidikan keagamaan berbasis masyarakat yang selama ini berkontribusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, dan keterlibatan aktif dalam pembangunan nasional.
Hal itu merupakan pandangan Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB),” ungkap Sekretaris F-PKB H Cucun Ahmad Syamsurijal ketika dihubungi NU Online, Ahad (23/9).
Secara spesifik, kata Cucun, jati diri pesantren selama ini menjadi sistem norma (subkultur) yang mampu mentransformasikan nilai-nilai spiritual, moral dalam pembentukan character building di segala bidang kehidupan.
“Pesan dari RUU ini, keberadaan pesantren baik secara arkanul ma’had maupun secara ruuhul ma’had telah diatur tanpa menghilangkan kemandirian, dan karakteristik pesantren,” jelasnya.
RUU itu, lanjut pria kelahiran Kabupaten Bandung, ini lahir karena masih banyak penyelenggaraan pesantren dan pendidikan keagamaan mengalami ketimpangan pada aspek pembiayaan, dukungan, sarana prasana, sumber daya manusia bermutu, dan lain-lain.
Maka, sambung pria yang pernah nyantri di Pondok Pesantren Cipasung ini, menjadi penting keberpihakan negara terhadap pesantren dan pendidikan keagamaan agar memiliki kompetensi dan keunggulan yang berdaya saing global.
Menurut dia, al-hal pokok yang diatur dan perlu masukan untuk disempurnakan dalam RUU tentang Pesantren dan Pendidikan Keagamaan secara garis besar berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut. Pertama, penormaan secara aplikatif terkait dengan pengembangan tiga peran pesantren, yaitu sebagai lembaga pendidikan, sebagai lembaga penyiaran agama (dakwah Islam), dan sebagai lembaga pemberdayaan masyarakat.
Kedua, pengaturan mengenai pendirian pesantren bersifat fleksibel, tidak dibatasi pengaukannya hanya berdasarkan legal formal semata, karena terdapat 28 ribu lebih pesantren yang sebagian besar masih berbentuk salafiyah.
Ketiga, pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai kewenangnannya berkewajiban mengalokasikan pendanaan dalam penyelenggaraan Pesantren dan Pendidikan Keagamaan.
“Dengan senantiasa mengedukasi dan mendampingi institusi keagamaan terssebut mampu menjalankan akuntabilitas sehingga terhindar dari potensi praktek penyimpangan administrasi sekalipun,” pungkasnya. (Abdullah Alawi)