Nasional TWEET TASAWUF

Saat Sedang Mencela, Itu Potret Pribadi bukan Orang Lain

Kam, 4 Juli 2019 | 07:30 WIB

Saat Sedang Mencela, Itu Potret Pribadi bukan Orang Lain

KH M. Luqman Hakim (istimewa)

Jakarta, NU Online
Cacian, makian, dan celaan merupakan konsumsi orang-orang setiap hari di media sosial. Fakta di dunia maya tidak bisa dielakkan turut mempengaruhi perilaku manusia di dunia nyata. Di sini destruksi moralitas terjadi ketika orang-orang tidak mampu menggunakan media sosial secara baik dan benar.

Terkait fenomena tersebut, Pengasuh Pondok Pesantren Raudhatul Muhibbin Caringin, Bogor, Jawa Barat KH M. Luqman Hakim menegaskan bahwa perilaku seseorang yang gemar mencela sesungguhnya merupakan potret atau gambaran dirinya, bukan orang lain.

“Kalau Anda sedang memaki dan mencela orang lain, sebenarnya itu adalah dirimu sendiri, bukan orang lain itu,” ujar Kiai Luqman dikutip NU Online, Kamis (4/7) lewat twitternya.

Lebih jauh Direktur Sufi Center ini menerangkan bahwa jujurnya hati itu pasti benar. Karena itu, benar inilah yang mengantar ikhlas seseorang.

“Maka, bab Ash-Shidq wal Ikhlas sering bersanding dalam kitab-kitab Tasawuf,” jelas Kiai Luqman menyiratkan bahwa akhlak baik salah satunya berpondasi pada kejujuran dan keikhlasan melalui belajar dan praktik ilmu-ilmu tasawuf.

Ia berpesan, manusia hendaknya berpegang teguh pada Tali Allah dalam segala hal. Karena ia membuat menusia bersatu dalam kemanusiaan karena Allah.

“Tali Allah itu bukan sistem, juga bukan ideologi, juga bukan manhaj. Tetapi keterikatan hati kita pada Sifat-sifat Allah, dengan totalitas kehambaan kita setiap saat,” tutur penulis buku Jalan Ma’rifat ini.

Kiai Luqman menegaskan, kembali kepada Allah SWT itu sangat dinamis, bukan statis dan fatalis. Kembali kepada Allah SWT itu sangat merdeka, bukan terjebak atas nama ketakberdayaan.

“Kembali kepada Allah SWT sangat humanis, bukan egois, eksklusif dan antisosial. Tanpa kembali kepada Allah, rahmatan lil 'alamin hanya jargon,” ucapnya.

Ia juga menerangkan, fakir kepada Allah SWT adalah niscaya selamanya bukan sewaktu-waktu belaka saat seseorang terjepit.

“Fakir kepada Allah membuka pintu bahwa dirimu tetap hamba-Nya.  Sejenak Anda tidak fakir kepada-Nya, Anda sudah jadi penyembah berhala nafsu, setan, dan dunia. Fakirmu wadah Anugerah-Nya,” tandas Kiai Luqman. (Fathoni)