Nasional

Sastrawan Binhad Nurrohmat Gagas Sastra Nahdlliyin

Rab, 26 Desember 2018 | 18:00 WIB

Sastrawan Binhad Nurrohmat Gagas Sastra Nahdlliyin

Sastrawan Binhad Nurrohmat (Sumber: Facebook)

Jakarta, NU Online
Sastrawan Binhad Nurrohmat mewacanakan "sastra nahdliyin". Menurut dia, dalam konteks kesusastraan, apa yang disebut "sastra pesantren" mengandung sejenis penyempitan sosiologis. Sementara "sastra nahdliyin" merupakan terminologi yang lebih luas cakupannya. 

Berikut ini gagasan "sastra nahdliyin" yang dikemukakan sastrawan yang rajin ke kuburan ini melalui akun Facebooknya 22 Desember lalu: 
SASTRA NAHDLIYIN
Polemik "sastra pesantren" sejak satu dekade silam masih berputar-putar di ranah pendefinisian yang menempuh sejenis penyempitan ruang tematis dan sosiologis.
Hingga saat ini yang disebut "sastra pesantren" diidentifikasi sebagai sastra tentang dunia pesantren, sastra yang hidup di pesantren dan sastra yang diproduksi oleh orang-orang pesantren.
Pesantren merupakan komunitas atau lembaga pendidikan muslim tradisional yang menganut ajaran Ahlus Sunnah wal Jamaah (Aswaja). Secara kultural, komunitas pesantren menenggang tradisi lokal atau adat yang telah berakar di masyarakat.
Formalisasi ideologis komunitas pesantren merujuk kepada apa yang disebut Aswaja an-Nahdliyah atau Aswaja NU yang berkarakter tawasuth (moderat), tasamuh (tenggang rasa) dan tawazun (seimbang) dalam kehidupan sosial-agama.
Tidak semua warga NU (nahdliyin) berasal dari dan pernah belajar di pesantren namun secara tradisional, melalui kebiasaan-kebiasaan atau turun-temurun, nahdliyin menempuh kehidupan sosial-agama yang berkarakter Aswaja NU.
Tidak semua nahdliyin adalah produk dari atau lahir di lingkungan pesantren, namun semuanya merupakan pengikut Aswaja NU.
Dalam konteks kesusastraan, apa yang disebut "sastra pesantren" mengandung sejenis penyempitan sosiologis. "Sastra Nahdliyin" merupakan terminologi yang lebih luas cakupannya.
Sastra Nahdliyin merupakan produk sastra warga NU yang pernah belajar di pesantren maupun tidak, yang keturunan kiai maupun bukan, dan tanpa batasan tematis.
Apakah setiap karya sastra nahdliyin pasti sesuai ajaran aswaja NU? Tidak selalu, sebagaimana tidak semua perbuatan orang beragama selalu agamis.
Secara fundamental dan substansial, terminologi "sastra pesantren" maupun "sastra nahdliyin" tak terlalu penting dari sudut pandang kesusastraan. Namun sebagai sejenis ikhtiar pengembangan tradisi kepenulisan dan kerja akademik patut dihargai.
(Abdullah Alawi)