Nasional MUKTAMAR XI JATMAN

Shalawat Thariqiyah, ‘Lagu Wajib’ Jam’iyyah Thariqah

Kam, 12 Januari 2012 | 03:08 WIB

Shalawat Thariqiyah, ‘Lagu Wajib’ Jam’iyyah Thariqah

Shalawat Thariqiyah. (Foto Ilustrasi: NU Online)

Malang, NU Online
Jam’iyyah Ahlilth Thariqah al-Mu'tabarah an-Nahdliyah (Jatman) mempunyai bacaan shalawat yang khas. Mereka menyebutnya “Shalawat Thariqiyyah”. Dulu, dalam suatu acara thariqah yang dihadiri presiden, pihak protokoler presiden entah kenapa sempat melarang pembacaan shalawat ini, mungkin karena takut lantaran tidak faham arti bacaan shalawat itu. Namun karena pihak jam’iyyah tarekat mengatakan bahwa Shalawat Thariqiyyah itu adalah mars atau lagu wajib thariqah, maka protokoler pun tidak bisa melarang shalawat ini didendangkan di hadapan sang presiden.

Sebagai organisasi sosial keagamaan yang menjunjung semangat nasionalisme, Nahdlatul Ulama (NU) tak pernah luput menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dalam setiap acara formalnya. Namun ada 3 hal lagi yang selalu khas dan wajib mendapatkan porsi khusus dalam setiap acara NU, yakni pembacaan surat al-Fathihah untuk membuka acara, pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan pembacaan shalawat Nabi Muhamamad saw.

Jam’iyyah Ahlilth Thariqah al-Mu'tabarah an-Nahdliyah, salah satu badan otonom di bawah naungan NU mempunyai bacaan shalawat yang khusus, shalawat Thariqiyyah. “Allahummahdinat thahariqal mustaqim…” Shalawat ini juga dibaca dalam pembukaan Muktamar XI Jam’iyyah Thariqah di Pondok Pesantren Al Munawwariyah, Bululawang, Malang, Rabu (11/1) yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Ibu Negara Ani Yudhoyono dan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Bersatu II. Pembacaan shalawat dipimpin oleh qari’ internaional pemenang MTQ Turki, H Saiful Munir.

Menurut Ketua Komisi Bahtsul Masail Thariqiyyah Muktamar XI, KH M. Adib Zaen, shalawat ini ‘diijazakan’ oleh KH Idham Chalid, ketua umum PBNU sebelum Gus Dur. “Saya tidak tahu apakah beliau yang menciptakan atau bukan, namun beliau (KH Idham Chalid) yang menyampaikan shalawat ini kepada jam’iyyah thariqah,” katanya.

Kepastian bahwa shalawat ini bersal dari KH Idham Chalid, kata KH M. Adib Zaen, disampaikan oleh KH Mudhoffar Fathurrahman yang pernah menjabat sekjen Majelis Ifta’ Jam’iyyah Thariqah selama tiga periode. KH Idham Chalid juga sekaligus memberikan nama shalawat itu dengan “Shalawat Thariqiyyah”.

Menurut KH M. Adib Zaen, shalawat ini sejak lama menjadi ciri khas Jam’iyyah Thariqah, namun baru secara formal menjadi semacam lagu wajib thariqah sejak Munas Jam’iyyah Thariqah di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, pada 2008 lalu. Waktu itu ia sendiri yang memimpin pembacaan shalawat itu di hadapan presiden.

Kiai Adib bercerita, pihak protokoler presiden sempat melarang pembacaan shalawat ini. “Tidak usah! Ini bacaan apa?” kata mereka. Namun karena pihak jam’iyyah tarekat mengatakan bahwa Shalawat Thariqiyyah itu adalah lagu wajib thariqah, dan harus dibaca, maka protokoler pun tidak bisa melarang shalawat ini didendangkan di hadapan presiden. Selanjutnya, Shalawat Thariqiyyah menjadi “semakin resmi” dan wajib dibaca pada setiap acara Jam’iyyah Thariqah. “Allahummahdinat tahariqal mustaqim…” Shalawat ini didendangkan dengan lagu yang khas. Dan dalam pembukaan Muktamar XI itu, dipimpin H Saiful Munir, puluhan ribu jama’ah yang hadir pun hanyut.

Penulis: A. Khoirul Anam