Nasional

Soal Kekerasan Anak di Sekolah, Jangan Cuma Salahkan Guru

Rab, 23 September 2015 | 00:06 WIB

Bandung, NU Online
Dewan Penasehat Pergunu Jawa Barat Prof. Dr. H. Sunaryo Kartadinta menyesalkan ragam perilaku kekerasan anak berdampak korban tewas belakangan ini yang selalu berujung pada sikap menyalahkan guru dan sekolah.<>

“Oknum pejabat, psikolog, bahkan tak terkecuali pejabat pendidikan turut menyesalkan guru dan sekolah,” tutur Rektor UPI Bandung tahun 2005-2015 ini, saat dihubungi NU Online, akhir pekan lalu (20/9).

Prof Sunaryo mengaku prihatin, perilaku kekerasan anak tersebut justru seperti sengaja dijadikan komoditas oleh media cetak dan elektronik, melalui pemberitaan berulang-ulang. Menurutnya, seharusnya para guru, ahli pendidikan diajak bicara untuk memahami dan melihat perilaku kekerasan anak dari prespektif lain. Orang tua pun tak pernah dianggap sebagai pihak yang turut bertanggung jawab atas munculnya perilaku kekerasan anak.

“Perilaku kekerasan bukanlah perilaku yang muncul dadakan tapi merupakan sebuah akumulasi dari proses yang di dalamnya akan terlibat pengalaman anak di dalam keluarga dan pendidikan keluarga,” tutur Prof Sunaryo.

Untuk mengatasi perilaku kekerasan anak, katanya, harus ada pola pikir yang utuh tentang pendidikan pada setiap warga negara, selain diperlukan pemikiran dan kebijakan yang sistematik.

Sementara itu, Sekretaris Pergunu Jawa Barat H. Saepuloh menambhakan bahwa perilaku kekerasan anak bisa jadi merupakan pengaruh dari media informasi, dalam hal ini tontonan tidak mendidik yang disajikan dalam media elektronik.

Oleh karena itu, menurut Saepuloh peranan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menjadi sangat penting dalam rangka terwujudnya sistem penyiaran yang bermutu, yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan budaya. Selain itu, KPI juga harus dapat mendorong lembaga penyiaran untuk dapat menyajikan isi siaran yang berkualitas, edukatif dan ramah anak.

“Peranan orang tua juga sangat penting dalam pembentukan perilaku anak, salah satunya dengan melakukan pendampingan pada saat anak menonton media cetak dan elektronik, sehingga anak tidak menjadi korban media.” tutur H. Saepuloh. (Red: Mahbib)