Nasional

Suluk Maleman: Berburu Gading yang Tak Retak

Ahad, 18 Juni 2017 | 13:00 WIB

Suluk Maleman: Berburu Gading yang Tak Retak

Foto: Anis Sholeh Ba'asyin, Gus Ghofur dan Kiai Budi dalam Suluk Maleman "Berburu Gading Yang Tak retak"

Pati, NU Online
Semakin maraknya berita bohong di media sosial kian memprihatinkan. Bahkan hoax disinyalir sengaja dimunculkan untuk memecah belah bangsa Indonesia ini. Kegelisahan akan hoax itu pun menjadi topik dalam ngaji budaya Suluk Maleman yang digelar di Rumah Adab Indonesia Mulia Sabtu (17/6) hingga Ahad (18/6) dini hari.

Sejumlah tokoh seperti Anis Soleh Baasyin, Abdul Ghofur Maimoen, dan Kiai Budi Harjono turut menjadi pembicara dalam diskusi tersebut.

Membuka diskusi Anis pun menyebut hoax bukan sesuatu yang muncul begitu saja namun disinyalir sengaja dihadirkan untuk merusak tatanan bernegara. Seringkali negara yang bubar bukan karena ulah rakyatnya tapi karena elite negara. Terutama dengan model mengadu domba rakyat hanya untuk kepentingan para elite tersebut.

“Negara bisa dihancurkan pasti dari dalam yakni dengan adu domba tersebut. Sedangkan isu yang paling mudah dalam adu domba adalah agama,” tegas budayawan asal Pati tersebut.

Bahkan dirinya melihat saat ini ada upaya untuk mengadu domba antara kaum agamis dan nasionalis. Ada pihak yang ingin memisahkan umat beragama dengan kecintaan terhadap negaranya begitu pula sebaliknya.

“Hal seperti itu semakin parah dengan adanya berita bohong. Kalau tidak ada media sosial dengan hoaxnya mungkin tidak akan segeger ini. Sudah sepatutnya kita selektif dalam menerima informasi yang ada,” ujarnya.

Sementara Abdul Ghofur Maimoen turut mengingatkan agar tidak terjebak dengan hal semacam itu. Seharusnya, katanya, kita tidak boleh sangat mencintai atau sangat membenci. Karena kedua hal tersebut bisa membutakan dan hal itu tidak baik.

Sementara sekarang ini setiap pihak merasa bahwa kelompoknyalah yang paling sempurna, sementara pihak lain adalah pihak yang penuh cacat. Setiap kelompok merasa bahwa gading yang dibawanya sajalah yang tak retak.

“Sebaik-baiknya manusia pasti memiliki keburukan begitu pula seburuk-buruknya manusia pasti memiliki kebaikan. Oleh karena itu kita tidak boleh sangat membenci seseorang. Bahkan dalam fiqih disebutkan kita tidak boleh melaknat seseorang sampai yakin orang tersebut bakal mati dalam kondisi dimurkai Tuhan,”ujarnya.

Gus Ghofur bahkan juga menerangkan ada tiga nabi yang sampai diberi teguran oleh Allah karena terlalu percaya diri. Salah satunya nabi Musa karena sempat merasa paling pintar hingga akhirnya oleh Allah disuruh belajar lagi pada Nabi Khidir.

“Di situ Allah mengajarkan bahwa banyak hal kebenaran dari sisi yang berbeda maka dari itu tidak boleh melihat dari kebenaran satu sisi saja,”

Kiai Budi Harjono asal Semarang juga menambahkan bahwa geger yang terjadi saat ini hanyalah dibuat dari hegemoni politik belaka. Oleh karenanya seharusnya masyarakat dapat arif dalam menanggapinya.

“Anggap saja masalah kerusuhan tersebut hanya buih di samudra. Sebagai umat Islam kita harus meniru nabi sebagai uswatun hasanah. Kita bisa menirunya dan melakukan di lingkungan sekitar mengajarkan kebaikan dan saling melengkapi menjadi suatu harmoni,” ujarnya.

Sebagai orang Jawa dirinya juga menyebut seharusnya bisa belajar dari gamelan. Keindahan dan selarasnya gamelan itu bisa didapatkan jika menggabungkan seluruh alat musiknya. Tidak bisa memainkan hanya satu alat musiknya.

“Kita juga bisa belajar pada momen Lebaran ini. Yakni Lebar lebur luber. Setelah lebar atau selesai berpuasa kita melebur permasalahan hingga meluberkan rahmat ke semesta,” ujarnya.

Hangatnya topik yang dibawakan dipandu dengan musik Sampak GusUran dan orkes musik Gambus El Pas disertai tari sufi kian meramaikan jalannya diskusi tersebut. Ratusan orang nampak khidmat mengikuti jalannya diskusi yang selesai hingga jelang waktu sahur tersebut. (Red: Mahbib)